Saat penduduk Palestina berada dalam himpitan penjajah Israel, dunia Arab tersapu gelombang revolusi yang dikenal dengan ‘Arab Spring’. Dimulai di Tunisia pada Desember 2010, gerakan menumbangkan rezim tersebut memicu upaya massal serupa di Mesir, Libya, dan Suriah.
Pemberontakan yang dimulai dari ‘akar rumput’ tersebut telah menumbangkan kekuasaan Ben Ali (1987-2011) di Tunisia, Husni Mubarak (1981-2011) di Mesir, dan Muammar Gaddafi (1969-2011) di Libya.
Walau perlawanan masif juga digencarkan oleh rakyat Suriah, rezim Bashar al-Assad masih menguasai negara yang lepas dari kekuasaan Perancis pada 17 April 1946 itu.
Konflik Suriah yang diawali dengan demonstrasi damai di Daraa, berakhir dengan penahanan dan penyiksaan atas 15 remaja laki-laki karena menulis grafiti yang mendukung Revolusi ‘Arab Spring’ di tembok sekolah mereka.
Pada bulan Juli 2011, pembelot dari militer mengumumkan pembentukan Tentara Pembebasan Suriah (the Free Syrian Army), sebuah kelompok pemberontak yang bertujuan menggulingkan pemerintah dan konflik Suriah.
Konflik Suriah berkembang menjadi revolusi yang sangat kompleks, di mana di dalamnya ada perang saudara, perang proksi serta perang regional dan internasional yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Iran, dan terorisme dengan adanya kelompok ISIL (The Islamic State of Iraq and the Levant).
Ruwetnya konflik di Suriah dengan banyaknya kepentingan dari rezim Assad dan negara-negara `pendukung perang memastikan jalan perdamaian bagi masyarakat Suriah masih sulit tercapai, sehingga menjadikan tragedi kemanusiaan di negeri ini tampak jauh dari perdamaian.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby