Alotnya sikap PKS dalam internal koalisi hingga munculnya serangkaian ancaman terus menjadi perhatian partai politik, seperti Demokrat, dan PAN. Bahkan, sekelas ancaman PKS menjalankan misi abstainya di Pilpres, tentu sudah menjadi pertimbangan, jika harus bekoalisi tanpa partai pimpinan Sohibul Iman tersebut.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menyebut, Demokrat merasa cukup berkoalisi dengan Gerindra untuk mengusung pasangan capres-cawapres.

“Iya,” jawab Syarief saat ditanya hal itu, Rabu (1/8).

Syarief melanjutkan, sejauh ini partainya masih berupaya membangun koalisi bersama Gerindra, PAN, dan PKS dalam Pilpres 2019. Hambatan-hambatan koalisi dengan PKS dan PAN masih dapat diselesaikan melalui pertemuan-pertemuan selanjutnya.

“Mungkin besok ada lagi. Dalam satu malam juga bisa berubah,” lanjut dia.

Syarief mengklaim, Demokrat sudah sejak awal menyarankan untuk menyerahkan penentuan cawapres kepada Prabowo. Dalam hal ini, Syarief melihat, belum ada sikap legawa dari PAN dan PKS soal cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

“Ya pokoknya saya pikir belum banyak kemajuan. Kemajuan, yang dikatakan kemajuan itu kalau semuanya sepakat menyerahkan kepada Prabowo cawapresnya, tanpa tekanan. Semua serahkan kepada Prabowo siapa yang mau dipilih. Itu baru ada kemajuan,” kata Syarief.

Gerindra yakin PKS tidak akan abstain di Pilpres 2019, jika Cawapres Prabowo Subianto bukan dari rekomendasi Ijtima atau PKS. Alasannya, hubungan Gerindra-PKS sudah terlalu dalam dan tidak bisa dipisahkan.

“Nggak, nggak. Insyaallah nggak, hubungan Gerindra dan PKS sudah terlalu dalam sehingga saya kira tidak bisa dipisahkan oleh suatu pandangan-pandangan yang berbeda,” kata Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di kediaman Prabowo, Jl Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (2/8).

Dia mengatakan perbedaan pandangan merupakan hal biasa. Menurutnya, hubungan Gerindra-PKS bakal tetap terjalin. “Kepentingan-kepentingan yang berbeda dan pertautan yang sudah terjadi tahunan ini insyallah akan tetap terjalin meskipun ada pandangan pandangan yang berbeda dan itu biasa,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyangkan pernyataan Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin terkait peluang abstain PKS di Pilpres nanti. Fahri menilai, hal itu akan berdampak negatif pada peluang PKS untuk mengusung Cawapres.

“Berat (kader PKS akan dipilih jadi cawapres) karena komunikasi yang buruk,” kata Fahri, Kamis (2/8).

Menurut Fahri, sebetulnya Prabowo akan lebih longgar memilih sembilan kader PKS yang diusulkan Dewan Majelis Syuro. Namun, akibat situasi saat ini yang semakin mengerucut (pascaadanya rekomendasi GNPF), hal itu menimbulkan tekanan kepada Prabowo. “Suka main mutlak-mutlakan akhirnya negosiasi gagal,”sebut dewan dari NTB itu.

Ancaman PKS akan abstain dalam Pilpres 2019 sebagai bentuk perjuangan untuk menggenjot perolehan suara dalam Pemilu Legislatif.

Hal itu disampaikan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan sebetulnya permintaan PKS tidak terlalu sulit untuk direalisasikan Prabowo.

Menurut dia, sebenarnya partai yang dimpimpin Sohibul Iman tersebut sedang memperjuangkan band wagon effect atau coattail effect. Dimana, siapa yang punya Capres atau Cawapres dalam Pilpres 2019 akan mendulang insentif elektoral yang signifikan.

Tidak hanya PKS, Partai Amanat Nasional juga mengaku belum menetapkan pilihan untuk bergabung dikoalisi Prabowo Subianto maupun Jokowi.

Sekertaris Jendral (Sekjend) PAN, Eddy Soeparno mengatakan, partainya ingin koalisi partai politik dibuat dengan permanen bersama parpol lain, tidak hanya di Pilpres 2019. Untuk itu diakuinya hingga saat ini PAN masih melihat-lihat berbagai dinamika politik yang ada.

“Kita ingin lihat dulu bagaimana proses penentuan arah politik PAN. Kami tengah lakukan komunikasi politik dengan segala aspek yang terkait dengan Pilpres 2019. Di parpol yang nyatakan paslon A atau B maupun yang belum,” kata Eddy saat diskusi PARA Syndicate, di Kebayoran, Jumat (3/8).

PAN, kata dia, tengah menjalin komunikasi intensif dengan semua pihak sebelum mengambil keputusan. Hasil komunikasi PAN itu akan dibawa ke Rakernas untuk diputuskan.

“Semua tokoh yang berpeluang masuk di Pilpres juga kita lakukan komunikasi. Agar nanti di Rakernas semua info yang terangkum dapat hasilkan keputusan yang bisa diikuti semua kader semua,” paparnya.

Eddy mencontohkan, pada 2009 lalu Ketum Partai Demokrat (PD) SBY pada periode ke- 2 mendeklarasi Capres dan Cawapres yang dilakukan 2 minggu sebelum tenggat waktu pendaftaran capres, sehigga sebelum waktu pendaftaran dibuka beliau (SBY) sudah yakin dengan keputusannya.

Namun, saat ini menurutnya dinamikanya berbeda. Ia mengatakan baik di kubu Jokowi atau kubu Prabowo sekarang masih lakukan komunikasi politik yang intensif guna mematangkan kubu koalisi masing-masing. “2019 bukan kontestasi cari pemimpin 5 tahun ke depan tapi hasilkan koalisi yang permanen untuk jangka waktu panjang 40-45 tahun atau lebih. Kebijakan nasional tetap stabil,” pungkasnya.

Prabowo-Salim Lawan Sebanding Jokowi

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang