Kepiawaian Prabowo dalam menjaga soliditas partai koalisinya tentu menjadi ujung tombak, apakah koalisi ini akan bertahan dan bekerja maksimal dalam memenangkan kontestasi di Pemilu mendatang. Hal itu dilihat dari respon Prabowo Subianto yang belakangan sudah mulai memutar otak, untuk tidak mengikuti rekomendasi dalam pertemuan ulama.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menegaskan bahwa dua nama pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dihasilkan dalam Ijtima’ (pertemuan) ulama hanya berupa rekomendasi atau saran. Rekomendasi itu ditujukan kepada Gerindra, PKS dan PAN.

Sebelumnya, ijtima ulama merekomendasikan Prabowo berpasangan dengan Salim Segaf Aljufri atau Ustaz Abdul Somad di Pilpres 2019. “Saya tegaskan kembali, ijtima itu mengajukan rekomendasi. Nah, rekomendasi kan saran,” kata Prabowo.

Bahkan, Partai Gerindra mengaku tidak khawatir bila kemudian Prabowo Subianto akan ditinggal oleh umat Islam jika tidak memilih satu dari dua nama calon wakil presiden yang direkomendasikan Ijtima Ulama GNPF dan tokoh nasional.

Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria percaya ulama GNPF akan menerima keputusan Prabowo soal Cawapres.

“Enggak begitu, umat kan memahami betul, ulama memahami betul mana yang terbaik. Semua yang kita putuskan juga kita koordinasikan, kita konsultasikan dengan ulama, dengan umat, dengan semua elemen bangsa,” katanya usai diskusi PARA Syindicate di Kebayoran Baru, Jumat (3/8).

Menurut Riza, koalisi pendukung Prabowo akan mempertimbangkan rekomendasi Ijtima Ulama GNPF dalam menentukan Cawapres. Namun jika akhirnya koalisi pendukung Prabowo memilih sosok di luar rekomendasi forum Ijtima, maka akan dibicarakan bersama ulama. “Nanti kita kembalikan kepada ulama kalau memang nama-nama yang menguat di luar nama dua itu tentu kita akan kembalikan ke ulama,” sebut dia.

Sejauh ini, koalisi pendukung Prabowo masih menggodok sejumlah nama Cawapres. Diantaranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Salim Segaf Al Jufri, Zulkifli Hasan dan Ustaz Abdul Somad. Keempat nama itu punya peluang yang sama dipilih menjadi Cawapres.

Riza membantah pihaknya ‘mentok’ dalam memilih Cawapres. Banyak faktor yang dipertimbangkan untuk mencari pendamping ideal bagi Prabowo. “Enggak mentok, semua jalan terus. Kan harus disisir satu-satu, harus dihitung satu -satu, karena nama ini keluar dari partai-partai pendukung kan harus dihormati, tidak bisa langsung diputuskan tidak,” pungkasnya.

Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP PKS Mustafa Kamal menegaskan partainya akan memperjuangkan hasil rekomendasi yang diusulkan dari Ijtima Ulama GNPF. Alasannya, karena PKS merupakan partai yang dilahirkan dari para ulama.

“Selain ada aktivis di kampus, ada para birokrat yang kemudian menopang juga PKS, tentu saja mereka mundur dari status ASNnya waktu itu, dan itu terbentuknya PKS tidak pernah lepas dari para ulama dan dukungan umat,” sebut Mustafa, di Hotel Gran Melia, Kuningan, Senin (30/7).

Di sisi lain, Mustafa menilai, ijtima ulama telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga untuk berbicara terkait masalah kebangsaan. Terlebih, kata dia, para ulama dari penjuru negeri sudah datang ke Jakarta secara sukarela.

“Proses yang memerlukan banyak pengorbanan karena sukarela para ulama itu datang. Lalu kemudian melakukan pembahasan secara sungguh-sungguh sampai dini hari, untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi bangsa ini,” sambungnya.

Mustafa juga menilai rekomendasi yang dihasilkan ijtima ulama beririsan dengan rekomendasi Capres-Cawapres dari 9 nama internal PKS. Kemudian ijtima ulama menyampaikan nama yang dicalonkan sebagai cawapres Prabowo adalah Salim Segaf Al Jufri.

“Dan hasilnya memang mencerahkan, kita sungguh tidak menduga bahwa ada beberapa rekomendasi yang kita baca. Dan juga kita capreskan sesuai dengan keputusan majelis syuro yang ada 9 nama itu,” paparnya.

Tidak berselang lama, seperti mengetahui adanya gelagat Prabowo tidak akan ikuti rekomendasi para ulama. PKS pun kembali bergeming dengan menebar ancaman di internal koalisi. Bahkan, PKS hanya memberikan dua opsi, bila dalam Pilpres akan tetap jalan beriringan, yakni Prabowo tetap menggandeng kadernya jadi Cawapres atau PKS abstain di Pemilu nanti.

Direktur Pencapresan PKS, Suhud Aliyudin menegaskan akan terus perjungkan kadernya jadi cawapres Prabowo. Apalagi 1 dari 9 kader yang diusung masuk dalam rekomendasi Cawapres yang diputus itjima ulama 212.

Masih dikatakan Suhud, PKS sudah sampai pada opsi abstain dalam Pilpres, bila Cawapres Prabowo di luar kadernya. “(Abstain) itu salah satu opsi yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak me­mungkinan,” tegas Suhud saat dihubungi.

Ada dua alasan kenapa PKS begitu ngotot kadernya jadi Cawapres Prabowo. Pertama, Gerindra dan PKS menjadi dua par­tai utama pendukung Prabowo. Komunikasi dan kerja sama Gerindra-PKS sudah terjadi sejak lama dan terjalin kesepaha­man antara dua partai.

“Karena backbone koalisi ini adalah PKS Gerindra, proses komunikasi politik antara PKS-Gerindra sudah cukup panjang dan sudah cukup mengerti,” terangnya.

Alasan kedua, sudah ada kesepakatan antara Gerindra dan PKS terkait paket Capres-Cawapres. Kesepakatan yang dimaksud adalah posisi capres diisi oleh Gerindra, sedangkan cawapres jatah PKS.

Koalisi Terancam Bubar?

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Novrizal Sikumbang