Foto: Istimewa

Yogyakarta, Aktual.com – Economist Intelligence Unit (EIU) menyebutkan bahwa DKI Jakarta menjadi kota paling rawan se-Asia mengalahkan sejumlah wilayah lain seperti Teheran (Iran), Ho Chi Minh City (Vietnam), Mumbai dan Delhi (India) serta Beijing (China).

“Wajar jika dikatakan Jakarta sebagai kota (paling) tidak aman. Di Indonesia setidaknya ada empat kota yang rawan kriminal yakni Jakarta, Medan, Makassar dan Surabaya,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Kamis (2/3).

Meski bukan hal baru, Neta menganggap hasil kajian Divisi Riset dan Analisis The Economist Group ini patut dicermati, karena menjadi tantangan bagi pemerintah maupun Kepolisian Republik Indonesia.

Predikat yang disematkan pada Jakarta bisa berdampak luas secara nasional, investor asing bakal berpikir ulang menanamkan modal dan wisatawan mancanegara akan takut berpelesir karena menganggap Ibukota Indonesia tidak kondusif.

“Pertama pemerintah harus menekankan kepada Polri agar benar-benar bisa menjaga keamanan Jakarta dan menekan angka kejahatan serta tidak ada lagi orang asing jadi korban kejahatan apalagi korban pembunuhan,” paparnya.

Termasuk kejahatan di ranah digital atau internet melalui media sosial yang kian menonjol, sehingga tidak mengherankan bagi Neta bila beberapa waktu lalu polisi menangkap sejumlah orang asing yang melakukan penipuan lewat IT.

Penangkapan tersebut menunjukkan bahwa orang asing melihat Indonesia dan Jakarta sebagai lahan potensial ajang penipuan lewat cyber, banyak orang asing berbondong ke Jakarta hanya untuk melakukan praktik penipuan.

“Diharapkan direktorat (Cybercrime Mabes Polri) bisa segera berlari kencang dalam melakukan deteksi dan antisipasi dini agar kejahatan cyber terutama yang dilakukan orang asing di Jakarta bisa dikendalikan,” ucapnya.

Diketahui, EIU menyebut Jakarta menjadi kota paling tidak aman se-Asia dengan skor keamanan sebesar 53,7. Dalam skala 100, ibu kota Indonesia ini mendapat skor terendah yakni 48,5 dalam keamanan digital dan 59,2 untuk keamanan pribadi.

Bukan hanya kejahatan berat atau kejahatan umum yang mengancam nyawa, tapi juga mencakup kejahatan dan keamanan digital yang mengukur seberapa besar kemungkinan seseorang jadi korban pelanggaran privasi atau penipuan berbasis internet.

Laporan: Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh: