Jakarta, Aktual.com — Uang haram milik pengusaha Indonesia yang diparkir di luar negeri konon melebihi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada 2015 lalu, PDB Indonesia sebanyak Rp11.450 triliun.

Dana-dana tersebut adalah milik para pengusaha dan pejabat Indonesia yang disimpan di luar negeri untuk menghindari bayar pajak. Namun, dana-dana haram seperti ini yang diinginkan Jokowi, makanya difasilitasi dengan UU Pengampunan Pajak (tax amnesty) yang ngotot ingin digolkan Jokowi.

“Faktanya memang, pemerintahan Jokowi tampaknya sangat berminat dengan dana-dana yang bermasalah dan dana haram itu, baik itu berasal dari hasil pengemplangan pajak atau sumber bermasalah lainnya,” tutur Koordinator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, kepada Aktual.com, Minggu (12/6).

Menurut Daeng, uang-uang haram dalam konteks negara itu adalah uang, harta, kekayaan tersebut tidak dibayarkan pajaknya sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan perundangan negara tersebut.

“Mengapa uang itu tidak mau dibayarkan pajaknya? Karena, ada banyak alasan, salah satunya, berasal dari kegiatan usaha yang dijalankan bersifat ilegal, misalnya prostitusi, narkoba, penyeludupan, dan lainnya,” jelas dia.

Selain itu, uang atau kekayaan tersebut juga diperoleh secara tidak legal misalnya berasal dari korupsi, pencurian, perampokan, penipuan, dan lainnya. Juga uang atau kekayaan tersebut berasal dari kegiatan usaha yang legal, namun tidak pernah dibayarkan pajaknya.

“Atau dalam kata lain, dalam kategori ini mereka melakukan penipuan kepada negara bekerjasama atau kongkalikong dengan aparatur pajak atau pejabat negara lainnya,” jelas dia.

Menurut Daeng, dana-dana seperti itu meruapakan dana haram yang masih berada di dalam negeri. Sementara yang berada di luar negeri lebih banyak lagi.

Dana yang disimpan di luar negeri itu, sebut Daeng, berasal dari dana yang diperoleh dari hasil korupsi, seperti dana hasil mega korupsi dari BLBI, Century, mafia pajak dan korupsi APBN lainnya.

Selain itu juga, dana-dana di luar negeri itu memang dalam rangka menghindari pajak tinggi di dalam negeri, dan dana ini bersumber dari keuntungan berbagai kegiatan usaha di dalam negeri.

“Untuk melancarkan dana haram itu masuk, pemerintah menyiapkannya dengan tax amnesty. Dan hal itu jelas terlihat dari definisi yang dibangun dalam RUU tax amnesty serta dalam mekanisme pungutan terhadap dana tax amnesti itu yakni pembayaran tebusan atas kesalahan,” papar Daeng.

Menurut RUU yang diajukan pemerintah itu, mekanisme pengampunan dilakukan dengan membayar uang tebusan kepada negara dengan beberapa cara (1) Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat PermohonanPengampunan Nasional bulan Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015 adalah sebesar 3 %.

(2) Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 adalah sebesar 5 %. Dan (3) Tarif Uang Tebusan untuk periode pelaporan Surat Permohonan Pengampunan Nasional bulan Juli 2016 sampai dengan Desember 2016 adalah sebesar 8 %.

“Dan, jika hal itu (tax amnesty) dilakukan, maka siap siap negara disandera oleh para pemilik dana-dana haram itu. Dan ke depannya akan berimplikasi negatif terhadap kehidupan ekonomi dan politik bangsa ini,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby