Pekerja mengerjakan reproduksi tabung elpiji 3 kilogram (kg) di Depot (Liquefied Petroleum Gas/LPG) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (29/1/2019). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengubah formula harga elpiji. Perhitungan anggaran subsidi LPG tabung 3 kg tahun 2019 tersebut menggunakan beberapa asumsi dan parameter. Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp 14.400 per US$. Kedua, asumsi harga minyak Indonesia (ICP) US$70 per barel. Ketiga, volume LPG tabung 3 kg sebesar 6.978 juta kg. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sudah maju harus mundur lagi- Dulu pemerintah menggembar gemborkan bahwa peralihan minyak tanah ke bahan bakar LPG akan menghemat ekonomi Indonesia.

Konon konversi minyak tanah ke LPG akan menghasilkan banyak penghematan diantaranya ; penghematan subsidi dalam APBN, penghematan impor minyak mentah dan penghematan minyak tanah sendiri dan efesiensi dalam penggunaan energi nasional.

Namun faktanya semua cuma khayalan. Pengalihan ini sama sekali tidak membantu ekonomi nasional, karena faktanya subsidi LPG justru meningkat fantastis, impor BBM dan LPG juga meningkat pesat, ekonomi semakin jauh dari efisien, kabarnya produksi minyak tanah malah melimpah.

Bahaya di depan mata saat ini adalah subsidi LPG telah menjadi juara dalam hal subsidi energi nasional, berada di atas nilai sunsidi solar, subsidi listrik dan subsidi minyak tanah. Nilai subsidi LPG mencapai Rp. 69,6 triliun lebih pada tahun 2019 ini. Meningkat dua kali lipat dibandingkan 2012 lalu,

Impor LPG juga sangat besar. Setiap tahun nilainya mencapai Rp. 40 triliun lebih. Impor LPG mencakup 65-75 persen kebutuhan LPG nasioal. Negara menderita defisit transaksi berjalan yang sangat besar, pertamina menderita peradangan keuangan yang juga besar akibat impor ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Abdul Hamid