Suap di proyek PLTU Riau-1. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Belum selesai perdebatan Divestasi PT Freeport Indonesia, dunia energi kembali digegerkan dengan kasus suap PLTU Riau-1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka suap PLTU Riau-1. Keduanya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Jakarta pada 13 Juli 2018.

Kasus yang sudah diselidiki sejak Juni 2018 tersebut mencuat setelah KPK memperoleh informasi akan ada penyerahan uang Rp500 juta dari sekretaris Johannes, Audrey Ratna Junianty kepada staf Eni, Tahta Maharaya pada Jumat siang di lantai 8 Graha BIP. Setelah penyerahan uang, KPK kemudian menangkap Tahta berikut uang Rp500 juta. Tim KPK selanjutnya menangkap Audrey di ruangannya berikut bukti penyerahan uang Rp500 juta, kemudian dilanjutkan menangkap bos Audrey, Johannes B. Kotjo serta sejumlah pegawai dan sopir Johannes.

Disamping menangkap Johannes, tim KPK juga menciduk Eni bersama sopirnya di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Ketika itu, Eni sedang menghadiri perayaan ulang tahun anak bungsu Idrus. Kemudian tim KPK menangkap staf Eni di Bandara Soekarno Hatta. Sabtu dinihari, tim KPK kembali menangkap suami Eni, M. Al-Khafidz dan dua staf Eni di rumahnya di Larangan, Tangerang sehingga total ada 13 orang yang diamankan oleh KPK.

Uang tersebut diduga merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. KPK menduga uang tersebut merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Kotjo kepada Eni dengan nilai total Rp 4,8 miliar.

“Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau 1,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Page 2: PLTU Riau-1, Bagian dari Megaproyek 35.000MW

Artikel ini ditulis oleh:

Eka