Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menolak pengajuan Hesti Nawangsidi oleh PT Agung Podomoro Land sebagai ahli dalam sidang lanjutan gugatan izin reklamasi Pulau G di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, Hesti merupakan penyusun analisis dampak lingkungan (Amdal) izin reklamasi Pulau G sehingga dimungkinkan membela pihak pengembang ataupun Pemprop DKI Jakarta.

“Curriculum vitae (Hesti Nawangsidi) secara jelas menunjukan pengalaman pekerjaan sebagai pihak penyusun AMDAL izin reklamasi Pulau G. Ditambah lagi Hesti Nawangsidi merupakan konsultan yang digunakan pemerintah dalam proses penysusunan dua Raperda Reklamasi,” kata Martin Hadiwinata dari KNTI dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual.com, Jumat (22/4).

Dua rancangan peraturan daerah dimaksud adalah Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Pantau Utara Jakarta.

Dua Raperda Reklamasi tersebut disebut Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta sebagai pemulus proyek reklamasi dan menjadi pemicu operasi tangkap tangan KPK terhadap salah satu anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dan Presiden Direktur PT APL yang juga Direktur dari PT Muara Wisesa Samudra.

“Penggugat mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim atas ahli yang diajukan dalam sidang lanjutan gugatan terhadap Izin Reklamasi Pulau G. Penggugat menilai Hesti Nawangsidi yang diajukan sebagai ahli dari pihak penggugat memiliki konflik kepentingan sebagai penyusun Amdal,” jelas Martin.

“Apabila saksi ahli harus memberikan kesaksian yang obyektif, saksi yang memiliki konflik kepentingan dapat memberikan kesaksian yang tidak obyektif dan netral, bahkan independensi dalam memberikan pendapat dan keterangan sebagai ahli,” lanjutnya.

Diungkapkan Martin, keterangan saksi ahli di persidangan tidak sesuai dengan keahliannya. Hesti Nawangsidi yang tertulis dalam data dirinya sebagai Bidang Keahlian dalam Tata Ruang dan Transportasi dengan latar belakang Teknik Planologi malah berbicara mengenai permasalahan lingkungan perairan yang berada diluar dan tidak termasuk keilmuan dari planologi dalam persidangan.

Hesti Nawangsidi mengakui bahwa harus ada penetapan masyarakat yang dilibatkan menjadi bagian proses penyusunan AMDAL. Hesti juga mengakui ada banyak permasalahan akibat reklamasi yang tidak selesai diperhitungkan dalam Amdal seperti masalah mengenai masalah sedimentasi yang mengakibatkan masalah aksesibilitas bagi kapal perikanan nelayan dan kerusakan luar biasa hebat apabila dilakukan kesalahan dalam prosesnya.

Walaupun Penggugat keberatan, hakim tetap melanjutkan proses pemberian keterangan oleh Hesti. Para penggugat memilih untuk tidak menggunakan hak bertanya sebagai sikap untuk menunjukkan keberatan terhadap posisi ahli yang terdapat konflik kepentingan.

Selanjutnya, para Penggugat juga mengajukan permohonan penghentian pelaksanaan Izin pelaksanaan melalui keputusan hakim sebagai dasar hukum untuk menghentikan pengerjaan proyek reklamasi.

Sayangnya, majelis hakim yang dipimpin oleh Adhi Budi Sulistyo tidak merespon permohonan penghentian pelaksanaan reklamasi dengan alasan situasi nasional telah menunjukkan adanya iktikad buruk dari PT APL dengan dugaan suap dalam memuluskan pengesahan Raperda reklamasi serta penolakan yang massif dari masyarakat dengan penyegelan pulau pada 17 April 2016.

Artikel ini ditulis oleh: