Jakarta, Aktual.co — Komisaris PT SAM Mitra Mandiri Saleh Abdul Malik membanarkan, bekas Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana membantunya untuk mendapatkan remisi saat menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung sejak 2010.
“Apakah betul BAP saudara yang mengatakan ‘Saya sudah mengenal terdakwa Sutan Bhatoegana sejak tahun 2004. Sutan membantu saya dalam keadaan sulit pada saat saya menjalani penahanan di Sukamiskin atas perkara yg saya alami di KPK. Waktu itu sutan Bhatoegana membantu saya,” tanya jaksa penuntut umum KPK Dody Sukmono dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (10/6).
Lantas, Saleh yang menjadi saksi itu pun mengiyakan, perihal jaksa yang membacakan surat BAP itu. “Betul semua, tapi kata-kata selalu saya koreksi karena tidak selalu besuk karena kan jauh, beberapa kali jenguk betul,” jawab Saleh yang menjadi saksi untuk terdakwa Sutan Bhatoegana.
Saleh adalah mantan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, yang pernah dipidana dalam kasus korupsi proyek sistem manajemen pelanggan (Customer Management System-CMS) yang didanai menggunakan dana pada pos biaya administrasi Anggaran PLN distribusi Jawa Timur periode 2004-2007 dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada 2010 lalu.
Saleh keluar dari anggota DPR pada 2007 dan dihukum saat menjabat sebagai Komisaris PT Altenlindo Karya Mandiri selaku rekanan PT PLN. “Hak-hak saya (jadi) tidak dizalami dan tidak keluar biaya untuk mengurusnya,” ujar Saleh.
Menurut Saleh, saat dimintai bantuan untuk mengurus remisi dan pembebasan bersyarat, Sutan tidak meminta hadiah. “Semua orang tahu mengurus apapun di LP itu butuh uang, saya minta Pak Sutan khotbah di sholat jumat dia mau, orang-orang di LP yang di atas 65 tahun supaya tidak dikunci itu saya mintakan juga ke Pak Sutan, ada orang-orang sakit juga dapat pelayanan karena Pak Sutan, di LP dapat sembako setiap Jumat sampai hari ini karena Pak Sutan juga yang memperjuangkan,” ujar Saleh.
Sebagai upaya membalas kebaikan Sutan, Saleh pun menjadikan Sutan sebagai komisaris independen di perusahaanya yaitu PT Realindo Cahaya Mandiri yaitu perusahaan penerbangan, anak perusahaan PT SAM Mitra Mandiri.
“Sutan menjadi komisaris independen di PT Realindo, tapi kemudian diberhentikan karena mau go public, akan bermasalah kalau ada komisarisnya yang menjadi pejabat publik,” kata Saleh.
Atas jasanya sebagai komisaris independen, Sutan mendapatkan gaji sebesar Rp 10 juta dan juga bonus. “Gaji Rp10 juta di luar bonus. Kalau bonus dalam bentuk dolar, kita incomenya dolar, pendapatan ‘airline’ gak ada dalam rupiah,” tambah Saleh.
Meski sudah menjadikan Sutan sebagai komisaris independen, Saleh masih merasa apa yang dilakukannya itu masih kurang. “Saya pikir masih kurang, harusnya saya berbuat lebih banyak lagi ke Pak Sutan. Niat saya hanya untuk membantu. Di perusahaan Pak Sutan secara administratif tugasnya mengawasai, karena saya jarang di Indonesia, misalnya saat pertama kali mengudara Pak Sutan yang pidato, ada tamu mesir datang Pak Sutan yang menyambut,” ungkap Saleh.
Bonus yang didapat Sutan, menurut Saleh, diberikan untuk mengembalikan uang pembelian rumah di Jalan Kenanga kota Medan sebagai posko pencalonan Sutan untuk menjadi calon Gubernur Sumatera Utara.
“Bonus saya berikan dalam rangka mengembalikan uang yang dia (Sutan) talangi untuk rumah di Medan karena saya berikan Rp2 miliar dan Pak Sutan kasih sekitar Rp500 juta,” jelas Saleh.
Dalam dakwaan, Sutan didakwa menerima menerima uang 140 ribu dolar AS dari mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno untuk diberikan ke rekan-rekannya di Komisi VII DPR. Selanjutnya Sutan pun didakwa menerima hadiah-hadiah lain yaitu satu unit mobil Toyota Alphard senilai Rp925 juta dari pengusaha Yan Achmad Suep, uang tunai sejumlah 200 ribu dolar AS dari Kepala SKK Migas Januari-Agustus 2013 Rudi Rubiandini, uang Rp50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014 Jero Wacik serta mendapatkan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik. 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu