Diperlukan upaya maksimal untuk melakukan identifikasi korban kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya agar mereka mendapatkan rehabilitasi optimal. Selain itu, literasi internet sehat kepada anak-anak sudah harus menjadi keharusan pada era globalisasi yang perlu diikuti dengan kebijakan informatika yang ramah anak.

Dunia internet yang menawarkan banyak manfaat, nyatanya juga memiliki dampak lain. Seperti pisau, internet mampu bermanfaat. Akan tetapi, jika tidak dengan baik, justru dapat membahayakan. Menguatnya radikalisme di kalangan anak sedikit banyak juga dipengaruhi oleh internet yang menjadi surga informasi, hampir untuk segala hal.

Berdasarkan kajian KPAI, keterpaparan anak pada paham radikal didapatkan dari akses internet, bahan bacaan, keluarga, hingga di ruang sekolah. Tanpa dampingan orang tua, sekolah, dan masyarakat sebagai satu kesatuan fungsi saling kontrol, anak memiliki kerentanan yang tinggi menjadi korban paham radikal.

Sementara itu, selama 7 tahun terakhir, berdasarkan laporan pengaduan KPAI jumlah korban dan pelaku kekerasan usia anak mencapai 28.284 orang dengan jumlah korban dan pelaku berjenis kelamin laki-laki.

Menurut Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, hal itu mengonfirmasi berbagai temuan kementerian dan lembaga bahwa anak laki-laki memiliki kerentanan yang tinggi, baik sebagai pelaku maupun korban. Pada tahun 2017, anak laki-laki sebanyak 1.234 atau 54 persen dan anak perempuan sebanyak 1064 (46 persen) sebagai korban dan pelaku.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Andy Abdul Hamid