Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (ilustrasi/aktual.com)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelusuri indikasi korupsi dalam pembebanan tambahan kontribusi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada pengembang reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Untuk menelusuri indikasi tersebut, pihak lembaga antirasuah lebih dulu mendalami bagaimana aturan hukum atau kebijakan-kebijakan yang berlaku, khususnya terkait penggunaan anggaran dari pihak ketiga.

“Saat ini, yang kami lakukan adalah koordinasi kemudian mencari informasi bagaimana sebenarnya peraturan, prosedur atau kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penggunaan dana pihak ketiga tersebut. Itu yang sedang kita pelajari saat ini,” papar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/1).

Pemprov DKI memang membebankan kewajiban tambahan kepada pengembang reklamasi Pantura Jakarta. Menurut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sewaktu masih aktif sebagai Gubernur DKI, tambahan kontribusi ditetapkan berdasarkan kewenangan diskresinya.

Penggunaan hak diskresi inilah yang kemudian didalami oleh KPK. Apakah melampaui, menabrak atau melanggar hukum yang berlaku, itu yang coba dibuktikan KPK. Dalam rangka itu, Komisioner lembaha antirasuah mengundang Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI, Soni Sumarsono.

“Kalau soal bagaimana cara KPK untuk membuktikan, tentu saja kita membuktikan dengan kewenangan-kewenangan yang ada. Itu jika perkara yang ditangani sudah masuk dalam penanganan perkara di KPK,” jelasnya.

Soal tambahan kontribusi ini, ada perhitungan khusus sebagaimana tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Patura Jakarta. Perhitungan tersebut ada indikator Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Jika merujuk pada perhitungan tersebut, NJOP baru bisa ditentukan setelah proses reklamasi tuntas. Namun yang terjadi, tambahan kontribusi sudah diminta sebelum proyek reklamasi selesai, bahkan sebelum Raperda RTRKSP disahkan.

Hal tersebut menimbulkan indikasi kerugian keuangan negara, yang tak ditampik oleh KPK. Kata Febri, indikasi ini kemungkinan akan ditelusuri oleh pihaknya.

“Apakah nanti ada kerugian keuangan negara, bagaimana cara menghitungnya, tentu saja dalam banyak penanganan perkara, jika sudah masuk ke dalam proses penanganan perkara, kita dapat melakukan perhitungan,” tandasnya.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: