“Barang-barang yang naik adalah harga gas 3 Kg, kenaikan harga tarif dasar listrik, hingga sistem subsidi harga premiun ke pertalite. Mayoritas buruh adalah pengguna sepeda motor. Karena premium langka, akibatnya buruh beralih ke pertalite. Hal ini menyebabkan pengeluaran buruh untuk membeli BBM semakin tinggi,” ujar dia.

Berikut indikator kelima, KSPI menilai Tax amnesty ternyata mengalami kegagalan. Hal ini terbukti dengan target penerimaan pajak yang tidak terpenuhi. Bahkan utang pemerintah semakin menggunung.

“Akibat pengelolaan pajak yang tidak tepat, akibatnya pemerintah tidak cukup memiliki uang untuk memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan sebagainya. Bahkan banyak dilakukan pencabutan subsidi, yang itu merugikan rakyat kecil,” paparnya.

Indikator keenam adalah terkait isu kebebasan berserikat menjadi semakin memburuk. Kasus union busting masih sering terjadi. Hal ini diperparah dengan lahirnya Perppu Omas yang membuka ruang bagi pemerintah untuk membubarkan Ormas tanpa proses pengadilan. Pemerintah dinilai makin otoriter.

“Selain itu, kriminalisasi juga masih terjadi. Terbaru menimpa Ketua Umum dan Sekjend SP Danamon. Buruh menilai intinya pemerintah gagal dalam isu ketenagakerjaan. Oleh karena itu buruh berpendapat sebaiknya Menteri Ketenagakerjaan mundur. Daripada menyanyikan lagu bento di acaranya mensesneg, sebaiknya Pak Hanif membuat grup band daripada menjadi Menaker,” pungkas dia.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby