Jakarta, Aktual.com — Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) meminta Pemerintah mencabut diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebab kebijakan ini dianggap membawa dampak dampak liberalisasi dibeberapa bidang, seperti perdagangan, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja.

“Sejak awal, semenjak kerjasama ini disepakati, kita dapat memahami bahwa sejatinya MEA adalah instrumen liberalisasi ekonomi bagi kepentingan ekspansi kapitalisme global yang menginduk pada perjanjian-perjanjian World Trade Organitation (WTO). WTO menggunakan MEA sebagai alat untuk meliberalisasi pasar ASEAN,” ujar Ketua Umum Eksekutif Nasional LMND, Vivin Sri Wahyuni, melalui rilis yang diterima Aktual.com, Minggu (1/5)

Menurut dia, dengan MEA ini secara langsung ASEAN telah mengikuti prinsip-prinsip ekonomi neoliberal. Dimana sambung dia, Jalan ekonomi yang digunakan beorientasi keluar, menjunjung tinggi daya saing tak berkeadilan, patuh terhadap kejamnya mekanisme pasar, dan tunduk tanpa perlawanan menerapkan aturan lembaga-lembaga internasional yang jelas-jelas penganut kapitalisme-neoliberal.

“MEA adalah bentuk baru kolonialisme di kawasan ASEAN,” kata dia.

Lantaran Indonesia merupakan bagian dari ASEAN, maka secara tak langsung juga telah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi neoliberal. Hal ini, dikatakan dia, menyebabkan Indonesia harus mengorbankan kedaulatannya.

“Bebas bermainnya mekanisme dan kekuatan pasar kapital-neoliberal akan semakin menghancurkan kekuatan ekonomi Indonesia. Ketergantungan terhadap modal asing dan utang luar negeri telah lama mengubur cita-cita kemandirian ekonomi,” kata dia.

Lebih jauh ia memandang bahwa persoalan ini bertambah pelik dengan apa yang akan menimpa para buruh Indonesia. Ia memprediksikan bahwa buruh akan semakin teralienasinya di negaranaya sendiri.

“Liberalisasi ekonomi yang dibawa MEA memukul buruh dari berbagai sektor,” kata dia.

Mereka pun menolak diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. “UU pro kepentingan pasar,” kata dia.

Ia menambahkan, MEA juga akan berimbas pada sektor pendidikan. Dimana setiap anggota ASEAN akan mengarahkan kebijakan pendidikannya pada ideologi pasar.

“Sejatinya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini pun sudah sangat liberal. UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi merupakan dasar pendidikan di Indonesia sudah sangat liberal dan berorientasi pasar,” kata dia.

“Pendidikan tidak lagi menjadi upaya untuk membangun kepribadian dan kemandirian bangsa. Pendidikan tidak lagi digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata dia.

Menurut dia, hal paling mendesak saat ini yang harus dilakukan adalah menguatkan kembali perekonomian indonesia dengan penguatan industri nasional.

Ia mengatakan, di tengah kepungan modal asing dan jeratan utang luar negeri, ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh segelintir orang pemodal, terutama modal asing.

“Tentunya industrialisasi yang dimaksud adalah industrialisasi yang berpedoman pada konstitusi bangsa Indonesia, pasal 33 UUD 1945,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby