Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menjawab pertanyaan wartawan seusai menemui Pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/1). Kedatangannya ke KPK guna membicarakan sejumlah hal seperti kerjasama antara pihaknya dengan KPK dan Dirjen Pajak perihal peningkatan pembayaran pajak, serta menyampaikan pesan Presiden Jokowi yang menyatakan komitmennya mendukung tugas KPK. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Salah satu pasal revisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengatur tentang penindakan terhadap seseorang, yang melakukan penistaan pada negara dengan tidak mengakui Negara Kedaulatan Republik Indonesia.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta, Jumat (22/1).

“Misalnya penistaan, kamu tidak mengakui Republik Indonesia. Ya sudah, kamu juga akan kita tindak,” kata dia.

Luhut mengatakan selama ini orang atau sekelompok orang yang tidak mengakui negara Republik Indonesia, dan menyatakan ingin mendirikan negara sendiri seperti halnya ISIS, bisa bebas menyatakan pengakuannya karena memang tidak ada undang-undang yang mengaturnya.

Selanjutnya revisi undang-undang tersebut juga mengatur tentang warga negara Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berperang demi kepentingan lain, terlebih tergabung dengan kelompok teroris dan melakukan tindakan terorisme di negara lain, akan dicabut paspor dan kewarganegaraannya.

“Misalnya orang yang mau pergi jadi ‘foreign fighter’, ya kamu kalau mau join sana, kita cabut kewarganegaraanmu,” ujar Luhut.

Dia menjelaskan kategori WNI dari luar negeri yang dapat dicabut kewarganegaraannya ialah yang menjadi foreign fighter, berperang dan berlatih perang di luar negeri secara ilegal.

Luhut menjelaskan rancangan revisi UU Terorisme yang dirumuskan oleh “tim kecil” sudah mencapai 80 persen dan memasuki tahap akhir.

Purnawirawan jenderal TNI tersebut mengatakan ada lebih dari 10 pasal yang ditambahkan dalam rancangan revisi UU Terorisme.

Luhut menjelaskan inti revisi UU Terorisme untuk memberikan penguatan pada unsur-unsur keamanan agar bisa melakukan tindakan-tindakan pada terduga pelaku teror sebelum melakukan aksi terorisme.

Revisi tersebut dirumuskan oleh kelompok kerja kecil yang terdiri dari Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Teror, Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam, dan pakar hukum pidana dan hukum tata negara sebagai pihak independen.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu