(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Perjuangan para korban perampasan tanah yang tergabung di dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) tak akan pernah berhenti, sampai benar-benar praktik perampasan hak milik atas tanah oleh oknum “Pengusaha Hitam” hilang dari bumi Indonesia.

Setelah sebelumnya melakukan audiensi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), kali ini perjuangan FKMTI dilanjutkan untuk mendapatkan dukungan dan penyelesaian secara politik lewat Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD-RI).

Di hadapan Anggota Komite I DPD-RI, Ketua Umum FKMTI Supardi K. Budiardjo menyebutkan akan bahayanya praktik perampasan tanah, yang setiap tahun selalu terjadi, dan skalanya semakin membesar.

“Ada 3 bahaya yang dapat ditimbulkan akibat perampasan tanah. Pertama, pengelapan pajak: Perampasan Tanah meniadakan transaksi jual beli (Tidak Bayar Pajak). Kedua, akan terjadinya kasus BLBI Jilid III: Sertifikat hak milik masih dalam pertangungan Bank, sedangkan mafia tanah dan hukum dapat merampas dengan sebuah keputusan pengadilan. Terakhir, tauran antara warga: Pemilik tanah asli pada saat mereka memiliki kekuasan akan menggugat pembeli properti dari pengembang yang telah pergi,” jelasnya saat presentasi di ruang rapat DPD-RI, Senin (26/11/2018).

Untuk itulah kata Budi, FKMTI dibentuk yakni dengan visi: “Mendorong Pemerintah memberikan kepastian hukum yang berkeadialan dalam Menuntaskan kasus kasus perampasan Hak atas Tanah WNI yang ada di Negara kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela negera.”

Adapun misi dari FKMTI ini kata Budi, pertama melakukan advokasi kebijakan pemberantasan mafia tanah di Indonesia. Kedua, mencegah terjadinya perampasan tanah yang semakin meluas, merajalela masif dan terstruktur juga terorganisir di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan terakhir menyelesaikan perampasan yang telah terjadi sekaligus memberikan kepastian Hukum bagi tanah tersebut, apakah dengan mengembalikan tanahnya kepada pemiliknya atau dengan negoisasi yang adil sehingga menghasilkan pendapatan pajak bagi Republik Indonesia.

“Mafia tanah menggunakan surat-surat yang tidak sesuai untuk merampas hak tanah lewat pengadilan. Orang mempunyai SHM yang sah dan mempunyai kekuatan hukum tetapi oleh oknum digugat hanya dengan alas hak girik dan bukan sesuai dengan tanah itu. Dan anehnya dimenangkan oleh pengadilan bahkan oleh BPN SHM itu dibatalkan, ini sungguh luar biasa aneh,” ungkap Budi.

Berikut ini beberapa contoh Perampasan Tanah yang diungkap oleh FKMTI:

halaman berikutnya…