Langkah yang dilakukan Jokowi sebagai Capres petahana Pemilu 2019 ini banyak yang menilai tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Megawati ketika itu sebagai Capres petahana yang menggandeng ulama (Hasyim Muzadi, red) sebagai upaya mengkoptasi suara pemilih umat Islam di Pemilu 2004.

Sebab, sudah menjadi keniscayaan bahwa suara pemilih umat Islam sangat besar, sebagai penduduk Indonesia mayoritas, sudah barang tentu suara muslim menjadi rebutan.

Sehingga, suara umat Islam selalu menjadi rebutan para kandidat, baik dalam pertarungan di level kepala daerah (Pilkada) hingga pada pertarungan nasional seperti Pilpres yang akan berlangsung 2019 nanti.

Aktivis 212 Eggi Sudjana menilai keputusan kubu Joko Widodo memilih KH Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya tidak akan mendongkrak suara ulama pada Pilpres 2019. Eggi membandingkan nasib Megawati Sukarnoputri di Pilpres 2004 yang kandas meski menggandeng Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi.

“Kita tidak boleh sok tahu, saling melecehkan. Tapi berdasarkan fakta, jangankan Ma’ruf Amin, dulu, Ketua PBNU saja dengan Megawati kalah. Solahudin juga kalah pas wakil Wiranto,” kata Eggi di kawasan Silang Monas, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Eggi memprediksi Jokowi-Ma’ruf akan bernasib sama dengan Mega-Hasyim. “Kurang-lebih begitu. Ini analisa, bisa salah juga,” sebut dia.

Menurutnya, Jokowi latah karena memilih ulama sebagai pasangannya. “Mungkin Jokowi terpengaruh isu kita yang pakai ulama. Jadi dia pikir perlu sandingkan dengan ulama,” sambungnya.

Diakui dia, jelang Pilpres 2019 nanti, Jokowi memang kerap diterpa isu SARA hingga antek asing. Meski demikian, menurut Eggi, langkah kubu Jokowi memilih ulama tidak akan menghapus stigma itu.

“Itu sambil jalan. Isu itu kan tidak booming, biasa saja,” pungkasnya.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan nasib Jokowi yang menggandeng Ma’ruf Amin sebagai Cawapres masih sangat memungkinkan akan bernasib sama dengan Mega – Hasyim pada Pemilu 2004 lalu.

Menurut dia, peluang Jokowi – Ma’ruf Amin bernasib seperti Mega-Hasyim saat ini masih fifty-fifty.

“Peluangnya 50:50. Bisa iya, bisa juga tidak (bernasib sama Mega-Hasyim, red). Artinya, Jokowi bisa menang, bisa juga di kalahkan,”kata Igor saat dihubungi aktual.com, Rabu (22/8).

Akan tetapi, sambung dia, peluang pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mengalami nasib seperti Megawati-Hasyim sangat peluang untuk terjadi.

Ia mengatakan, setidaknya ada kesamaan yang bukan hanya pada pasangan calon saja. Menurut dia, kesamaan lain, dimana antara Jokowi dengan Megawati ketika itu sama-sama baru berkuasa 1 periode.

Yang kedua, sama-sama berhadapan dengan calon dari figure militer. Diketahui, saat Pemilu 2004 dalam putaran kedua, Mega-Hasyim head to head dengan mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI 1998-1999 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal itu, tentu saja tidak jauh berbeda dengan kondisi jelang Pilpres 2019 nanti, dimana Jokowi berhadapan dengan Prabowo Subianto yang merupakan mantan Danjen Kopassus.

“Sama halnya Megawati (PDIP) yang hanya berkuasa 1 periode, dikalahkan oleh figur militer saat itu (SBY). Saat ini masyarakat sudah bisa menilai dan merasakan kinerja inncumbent. Ada persoalan beban ekonomi yang dirasakan masyarakat saat ini,” ujarnya.

“Akan tetapi, masyarakat pemilih bisa saja memberikan kesempatan kedua kepada Jokowi atau kesempatan baru kepada calon lainnya (Prabowo-Sandiaga Uno),” pungkas Igor.

Dilema Warga Nahdliyin Jelang Pilpres

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Novrizal Sikumbang