Jakarta, Aktual.com – Polemik tentang calon kepala daerah berstatus tersangka mencuat di tengah masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2018.

Ada dua pandangan berbeda terkait rencana pengumuman status tersangka bagi politikus yang saat ini tengah mengadu nasibnya dalam pelaksanaan pilkada serentak, yakni dari sisi hukum dan segi etika politik.

Di sisi hukum, calon kepala daerah yang berstatus tersangka memang tidak dilarang untuk melanjutkan pencalonan dan kampanyenya dalam pilkada. Undang-undang hanya mengatur tentang calon kepala daerah yang berhalangan tetap secara hukum bisa diganti dengan calon lain.

Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU serta dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam UU bahkan diatur pasal pelarangan bagi partai politik atau gabungan parpol untuk mengubah atau mengganti dukungan mereka ketika calon tersebut telah ditetapkan oleh KPU sebagai peserta pilkada.

Calon kepala daerah yang berhalangan tetap itu boleh diganti, dengan syarat penggantiannya paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Tapi kalau calon itu baru tersangka, tidak bisa (diganti) karena sebelum ‘inkracht’ selalu ada dua kemungkinan, dia dinyatakan bersalah atau bebas. Kita tidak bisa memprediksi putusan hukumnya. Kecuali kalau regulasi berbunyi sejak tersangka pun sudah boleh diganti, ya silakan saja, kata Ketua KPU RI Arief Budiman.

Apabila calon diganti, maka bisa dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp20 miliar untuk calon gubernur dan wakil gubernur, dan Rp10 miliar untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.

Terkait dengan hal tersebut, mantan Pelaksana Tugas Ketua KPU RI Hadar Nafis Gumay mengatakan aturan pelarangan pengunduran diri tersebut seharusnya diberlakukan bagi calon yang tidak tersangkut masalah hukum.

Sehingga, bagi calon yang jelas-jelas tersangkut kasus hukum dan status tersangkanya diketahui publik harus dibuka pilihan bagi parpol pengusungnya untuk menggantinya dengan calon lain.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby