Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memberikan keterangan pers terakit pengumuman nama perusahaan pembakar lahan dan hutan di gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Jumat (18/9). Dalam keterangannya Siti Nurbaya mengatakan ada perusahaan Malaysia yang diduga turut andil dalam pembakaran hutan di Indonesia yang termasuk dalam 20 perusahaan yang kini tengah diselidiki aparat kepolisian dan apabila sebuah perusahaan sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka maka izin perusahaan itu akan dibekukan atau dicabut dalam waktu kurang dari satu bulan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc/15.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menegaskan proyek reklamasi teluk Jakarta harus segera dihentikan. Sesuai dengan temuan-temuan yang didapat KLH, proyek tersebut melanggar sejumlah aturan dan sedang dalam masalah hukum.

“Bukan lebih baik ditunda dulu, sesuai fakta-fakta lapangan dan sesuai penemuannya, itu (proyek reklamasi) harus dihentikan,” ujar Siti Nurbaya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/4).

Dalam rapat tersebut, setidaknya ada lima poin yang diputuskan Menteri Siti. Pertama, penghentian sementara seluruh kegiatan reklamasi pantai utara Jakarta. Termasuk, wilayah kabupaten Bekasi dan Tangerang untuk penyempurnaan seluruh dokumen perencanaan. (Baca: Sesuaikan Dasar Hukum, JK Sarankan Reklamasi Teluk Jakarta Dihentikan Sementara)

Kedua, dokumen perencanaan yang harus segera dilaksanakan atau diselesaikan, meliputi;

a) Rencana tata ruang laut nasional berikut KLHS.
b) Penetapan status kawasan strategis nasional perairan (pertimbangan rencana pulau A, B, O, P,Q ) atau rencana tata ruang strategis‎ pantura DKI berikut KLHS nya.
c) Revisi rencana tata ruang KSN jabedotabekpunjur berikut KLHS nya rencana zonasi wilayah pesisir pulau-pulau kecil provinsi DKI, Provinsi Banten, dan Provinsi Jawa Barat berikut KLHS nya.
d) Agar KLHS huruf d koheren maka KLHS untuk provinsi DKI, Provinsi banten (kab. Tanggerang), Provinsi Jawa Barat (kab Bekasi) harus dikaji secara analisis dan simultan dan dimuat dalam satu dokumen yang berlaku untuk tiga wilayah tersebut.
e) Penyelesaian perda KSP dan perda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil).

“Ketiga, untuk memberikan rekomendasi dengan penghentian sementara implementasi konstruksi,” tutur dia.

Keempat, lanjutnya, menurut kebutuhan dapat dilakukan identifikasi lapangan selanjutnya untuk kepentingan penegakkan hukum. Lalu kelima, penghentian sementara seluruh kegiatan konstruksi lapangan sampai dengan terpenuhinya seluruh perizinan dan persyaratan. (Baca: Aksi Nelayan Segel Pulau Reklamasi, DPRD DKI: Bentuk Gerakan Moral)

Siti pun memastikan pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap mega proyek pantai utara Jakarta itu. Pihaknya akan menemui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membicarakan persoalan tersebut. (Baca: Pengamat: Jakarta Tak Butuh Penghasilan Tambahan dari Reklamasi)

“Kita kan punya tugas untuk mengawasi, kan kontrol lingkungannya di kementerian,” kata menteri asal Partai Nasdem ini.

Untuk diketahui, setidaknya ada tujuh dugaan pelanggaran hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menerbitkan izin pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Pertama, penerbitan izin reklamasi tanpa adanya Perda Recana Zonasi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 30 ayat 3.

Pasal itu menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang bernilai strategis ditetapkan menteri dengan persetujuan DPR dan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kedua, tidak ada konsultasi secara kontinyu Pemprov DKI dan kementerian terkait sehingga bertentangan dengan pasal 51 ayat 1 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menyatakan menteri berwenang:

a. menerbitkan dan mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang menimbulkan dampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis terhadap perubahan lingkungan.
b. menetapkan perubahan status zona inti pada kawasan konservasi nasional.

Ketiga, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), melainkan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Saat ini, Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Perda RZWP3K.

Keempat, Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan peneribitan izin reklamasi Teluk Jakarta.

Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 mengenai izin reklamasi.

Kelima, langkah Pemprov DKI menerbitkan izin reklamasi berpotensi merusak lingkungan hidup karena tidak didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS wajib dilibatkan dalam penyusunan, evaluasi kebijakan, rencana dan program yang berpotensi merusak lingkungan hidup.

Keenam, penerbitan izin reklamasi diluar kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengatur dan menetapkan kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) termasuk kepulauan seribu (Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat).

Ketujuh, Pemprov DKI Jakarta Menerbitkan izin reklamasi tanpa mengindahkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003.

Artikel ini ditulis oleh: