Tolak Reklamasi Teluk Jakarta (Aktual/Ilst)
Tolak Reklamasi Teluk Jakarta (Aktual/Ilst)

Jakarta, Aktual.com – Moratorium (penghentian sementara) proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai hanya skenario mengulur waktu hingga Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) punya kekuasaan atas seluruh wilayah laut di Jakarta.

Pendapat itu disampaikan Muhamad Karim S.Pi.,M.Si, selaku Direktur Eksekutif pusat kajian pengembangan laut dan maritim dari Universitas Trilogi (dulu Stekpi).

Adapun yang dimaksudnya dengan mengulur waktu, lantaran di tahun 2017 nanti mulai berlaku Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“(Dengan UU 23/2014) Nantinya Gubernur DKI (Ahok) lebih mudah mengeluarkan izin reklamasi, penggusuran nelayan dan proyek Giant Sea Wall tanpa siapapun bisa menghentikan,” kata Karim kepada Aktual.com, saat diskusi di Manggarai, Jakarta Pusat, Jumat (22/4).

Dibeberkan dia, di Pasal 27 ayat (1) UU 23 disebutkan bahwa daerah provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang berada di wilayahnya.

Ayat (2) disebutkan, kewenangan tersebut memberikan pemerintah provinsi untuk mengeksploitasi, eksplorasi, pengelolaan, administrasi dan bahkan untuk keamanan laut.

Karim terutama menyoroti Ayat 3 yang berbunyi “penguasaan laut oleh gubernur mencapai 12 mil. “Sedangkan pulau reklamasi dan Giant Sea Wall tidak sampai 12 mil,” papar dia.

Dengan berlakunya UU 23/2014 di tahun 2017 nanti, maka siapapun gubernurnya akan bebas melakukan reklamasi. Terlebih lagi di Pasal 407 ada klausal yang menyebutkan, “Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya”.

Artinya, UU sektoral seperti; UU No 45/2009, tentang Perikanan, UU No. 27/2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, RUU Perlindungan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam yang baru disahkan DPR mau tidak mau harus menyesuaikan dengan UU 23/2014.

Menurut Karim, berlakunya UU 23/2014 merupakan bentuk kemenangan bagi pihak-pihak yang ingin menguasai laut sebebas-bebasnya. “Bak durian runtuh sebagai karpet merah buat mencapai kehendak mereka,” kata Karim.

Karena itu, diingatkan dia, di masa moratorium sekarang harusnya jangan berputar di persoalan peraturan perundangan yang tumpang-tindih saja. Sebaiknya, saran Karim, pemerintah bisa fokus pada kehadiran UU ini sebelum sah diberlakukan. “UU ini harus segera direvisi. Mengapa? Sebab posisi Gubernur termasuk DKI akan semakin powerfull untuk mereklamasi pantai,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: