Gedung Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jalan Menteng Raya Jakarta Pusat. (Foto: pwmjateng.com)

Jakarta, Aktual.com – Setiap tahun, Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan 1 Syawal, termasuk pada Lebaran 2025 ini. Namun, mulai tahun depan, Lebaran Muhammadiyah akan ditetapkan dengan menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).

Muhammadiyah telah mengumumkan bahwa 1 Syawal 1446 H akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025 M. Keputusan ini berdasarkan pada hisab hakiki wujudul hilal, sebuah metode penentuan awal bulan Hijriah yang telah lama dijadikan pedoman oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Berdasarkan metode tersebut, awal bulan ditetapkan jika hilal sudah wujud, yaitu setelah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari, dan piringan atas bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Jika salah satu dari kriteria ini tidak terpenuhi, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.

Menurut situs Muhammadiyah, pada Minggu (30/3), penetapan Lebaran tahun ini menandai berakhirnya penggunaan hisab hakiki wujudul hilal dalam penentuan awal bulan. Mulai tahun 1447 H, Muhammadiyah akan beralih menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto.

“Betul (tahun depan Muhammadiyah menggunakan KHGT), nanti akan ada peluncuran resmi,” kata Edy saat dihubungi pada Minggu (30/3).

Dalam sistem KHGT, bumi dianggap sebagai satu kesatuan matlak global, sehingga seluruh dunia akan menetapkan awal bulan Hijriah pada hari yang sama. Perubahan ini diharapkan dapat menyatukan umat Islam dalam hal waktu dan ibadah, sekaligus menjawab tantangan modernitas dan memperkuat integrasi umat Islam di seluruh dunia.

Penetapan Penggunaan KHGT oleh Muhammadiyah
Keputusan ini diambil melalui Munas Tarjih yang berlangsung di Pekalongan pada 23-25 Februari 2024. Ada dua alasan utama yang mendasari Muhammadiyah memilih KHGT sebagai rujukan untuk menetapkan tanggal-tanggal penting dalam Islam, termasuk Idul Fitri.

Pertama, meskipun umat Islam telah menggunakan kalender selama ribuan tahun, mereka belum memiliki kalender yang dapat diandalkan untuk acuan amal ibadah seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, karena tanggal-tanggal tersebut sering berubah akibat keterbatasan dalam kemampuan rukyat manusia.

Kedua, untuk ibadah shalat sehari-hari, waktu atau jam telah dapat dikonversi dari fenomena alam ke dalam hitungan yang lebih pasti. Dengan ini, umat Islam tidak lagi perlu melihat posisi matahari secara langsung untuk menjalankan ibadah shalat.

Oleh karena itu, Majelis Tarjih dan pimpinan Persyarikatan mulai memikirkan upaya untuk menyatukan kalender Hijriyah. Dalam buku Unifikasi Kalender Hijriyah yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid pada 2015, ditegaskan bahwa penyatuan kalender ini bukan hanya untuk mengatasi perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal, tetapi juga untuk memberikan kepastian dan kemapanan dalam penggunaan kalender Hijriyah.

Ada tiga alasan yang dikemukakan oleh Majelis Tarjih mengenai pentingnya unifikasi kalender Hijriyah:

  1. Kalender seharusnya dapat meramalkan waktu hingga jauh ke depan untuk memberikan kepastian.
  2. Kalender dapat merunut waktu ke belakang dengan logika yang pasti, bukan berdasarkan diskresi.
  3. Kalender dapat memastikan penempatan waktu-waktu ibadah umat Islam.

Kelebihan dan Kekurangan KHGT
Masih merujuk pada laman Tarjih, berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari KHGT.

Kelebihan KHGT
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Muhammadiyah memilih KHGT pada tahun depan:

  1. KHGT memiliki kemampuan untuk memprediksi waktu ke depan dan ke belakang dengan akurat karena dasar perhitungannya adalah hisab. Secara prinsip, KHGT tetap mencerminkan metode hisab yang selama ini digunakan oleh Muhammadiyah.
  2. KHGT menggunakan kriteria Imkanur Rukyat yang sering dipakai oleh negara-negara Islam, yang memungkinkan adanya kompromi dan penerimaan KHGT lebih luas, bahkan melampaui organisasi Muhammadiyah dan negara-negara tertentu.
  3. Dengan pengakuan satu matla’ global dan penggunaan imkannur rukyat, KHGT bisa diterapkan secara global, bukan hanya lokal. Ini akan menyatukan kalender Hijriyah di dunia Islam dan menghilangkan perbedaan awal bulan Hijriyah antarnegara, yang diharapkan dapat menghindari perbedaan pelaksanaan Idul Adha dan Hari Arafah antara Arab Saudi dan negara-negara lain, serta memberikan kepastian waktu bagi umat Islam.

Kekurangan KHGT
Meski begitu, KHGT juga memiliki beberapa kelemahan yang mungkin menimbulkan keberatan, di antaranya:

  1. Penerimaan KHGT dianggap oleh sebagian pihak seolah Muhammadiyah meninggalkan Kriteria Wujudul Hilal yang selama ini dipertahankan.
  2. Ada beberapa isu yang masih menjadi hambatan dalam proses penerimaan KHGT oleh sebagian kalangan dalam Persyarikatan, terutama terkait dengan perubahan waktu awal hari menjadi pukul 00.00.00 dan hilangnya hilal sebagai faktor utama penentu perubahan bulan. Selama ini, masyarakat telah memiliki pemahaman bahwa awal hari dan bulan Hijriyah dimulai setelah Maghrib.

Perubahan awal hari menjadi jam 00.00.00 dalam KHGT membawa norma baru yang berbeda dengan pemahaman yang mapan selama ini. Hal demikian bisa dimaklumi, meski sebenarnya tidak ada nash yang menyatakan secara jelas bahwa awal hari dalam kalender Hijriyah dimulai pada waktu Maghrib.

Penekanan pada ijtima’ sebagai variabel pokok penentuan awal bulan menimbulkan pertanyaan mengenai aplikasi hadis-hadis mengenai Rukyatul hilal. Hal demikian seolah menjadi pembenaran tuduhan tentang terabaikannya hadits-hadits rukyat sebagai penjelas Al-Quran dalam penetapan kalender Hijriah.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan