Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengkritisi langkah pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang menaikkan harga cukai rokok pada 2017 mendatang.

Apalagi, alasan kenaikan cukai rokok dikait-kaitkan dengan pengendalian konsumsi. Menurutnya, Menkeu Sri Mulyani tidak dalam porsinya berbicara mengenai isu kesehatan.

“Tugas Kemenkeu itu memungut cukai, bukan bicara isu kesehatan. Kemenkeu jangan sampai menjadi agen anti tembakau,” ujar Misbakhun di Jakarta, Senin (3/10).

Misbakhun menilai, kenaikan cukai rokok yang dikaitkan dengan isu kesehatan menunjukkan bahwa Menkeu tidak empati pada rakyat kecil, salah satunya petani tembakau. Pasalnya, petani tembakau saat ini sedang diuji anomali cuaca tidak menentu yang berdampak pada kualitas tembakau di masa panen ini. Sehingga, menyebabkan harga jual yang rendah.

Hal itu terbukti saat dirinya melakukan kunjungan ke dapil di Pasuruan dan Probolinggo. Misbakhun mengaku menerima keluhan para petani tembakau mengenai kondisi pertanian yang sedang menurun. Akibat anomali cuaca, petani tembakau gagal panen hingga 60 persen serta produktivitas pun hanya 40 persen.

“Saat hilir bermasalah maka akan berdampak ke hulu. Ketika daya beli masyarakat berkurang maka konsumsi berkurang. Apabila konsumsi berkurang maka produktivitasnya ikut berkurang. Selanjutnya jika produksi berkurang maka serapan bahan baku berkurang,” ungkap Misbakhun.

Kebijakan kenaikan cukai ini berimbas pada para petani tembakau. Nasibnya semakin tidak menentu akibat dampak kenaikan harga rokok tersebut yang memiliki kontribusi penting bagi penerimaan negara melalui penerapan cukai, pajak, bea masuk atau bea masuk progresif, pengaturan tata niaga yang sehat maupun pengembangan industri hasil tembakau bagi kepentingan nasional.

Sebab, tak dapat dipungkiri, sektor pertembakauan dari mulai budidaya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakaunya mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multiplier effect yang sangat luas.

Sejak awal, dirinya sudah mewanti-wanti Pemerintah agar berhati-hati membuat kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau, karena bisa saja kebijakan tersebut ditunggangi oleh kepentingan asing yang memiliki tujuan tertentu.

“Pemerintah jangan terjebak oleh kampanye anti rokok yang dikendalikan oleh kepentingan asing,” cetus politikus Golkar ini.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau per 1 Januari 2017 dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016. Kenaikan tarif tertinggi sebesar 13,46 persen untuk jenis tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah nol persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen.

Sejalan dengan itu, harga jual eceran (HJE) rokok naik rata-rata sebesar 12,26 persen.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kenaikan cukai merupakan langkah yang harus ditempuh dalam rangka pengendalian konsumsi dan produksi dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan, aspek tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara.

 

*Nailin

Artikel ini ditulis oleh: