Muktamirin yang menggunakan ID Card dilengkapi dengan barcode menuju ruang Pleno I pembahasan dan pengesahan tata tertib Muktamar ke-33 NU di Alun-alun Jombang, Jawa Timur, Minggu (2/8/2015). Ribuan muktamirin mendapatkan ID Card kosong tanpa barcode hanya bisa digunakan untuk menghadiri pembukaan Muktamar. Sedangkan untuk mengikuti sidang, harus menggunakan ID Card yang lengkap dengan nama, foto dan barcode. Sidang tersebut dijaga ketat oleh petugas banser.

Jombang, Aktual.com – Dewan Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) DKI Jakarta, mendukung sistem Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA) atau musyawarah dan mufakat dalam Muktamar NU ke-33 yang digelar di Jombang, Jawa Timur. AHWA ini untuk memilih Rais ‘Aam maupun Ketua Umum Tanfidziyah NU.

“Semua mengutamakan musyawarah mufakat dan menempatkan ulama sebagai teladan. Konsep AHWA jauh lebih elegan, sejauh semua dilaksanakan secara jujur untuk menjaga marwah ulama, kami dukung,” kata Ketua DPW NU DKI Jakarta, KH Zuhri Yaqub, di sela-sela muktamar di Jombang, Jatim, Minggu (2/8).

Menurutnya, dukungan terhadap sistem pemilihan AHWA diberikan, sebab konsepnya didasarkan untuk menjaga marwah ulama. Selain itu juga bisa menjadi ciri khas warga nahdliyin dalam memilih pemimpinnya.

Meski begitu, putusan akhir sistem pemilihan Rais ‘Aam dan Tanfidziyah nantinya tetap diserahkan kepada seluruh peserta muktamar.

“Sejauh niatnya untuk mengembalikan marwah ulama, kenapa tidak. Di Tatib AHWA ini akan dibahas juga, ini tidak bertentangan dengan AD/ART karena kan musyawarah,” kata Zuhri.

Ditambahkan dia, pada dasarnya warga nahdliyin menginginkan musyawarah mufakat dilakukan dalam proses demokrasi di tubuh organisasi massa Islam terbesar di Indonesia itu. Hal itu kemudian dituangkan dalam AD ART yang mengatur klausul musyawarah mufakat.

“Di AD ART ada pasal/klausul musyawarah mufakat, konkritnya bisa saja melalui AHWA. Secara prinsip tidak bertentangan,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh: