27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39061

Terkait Izin Ekspor Freeport, Pemerintah Akui Tabrak UU Minerba

Jakarta, Aktual.co — Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sukhyar mengakui bahwa Pemerintah telah melanggar UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara terkait pemberian izin ekspor konsentrat pada PT Freeport Indonesia. Dalam UU tersebut, perusahaan tambang tidak diperbolehkan melakukan ekspor konsetrat dan diwajibkan melakukan pemurnian dalam negeri.

Namun, dalam kenyataannya Pemerintah justru mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri No 1 Tahun 2014 yang memberi kelonggaran ekspor konsentrat dengan beberapa syarat.

“Bahasanya memang tidak sejalan, tapi kita melihat ke belakang belum semua produk KK dan IUP dimurnikan. Makanya kita kasih batas waktu karena belum semuanya selesai makanya kita ambil kebijakan PP 1 2014,” kata Sukhyar saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (28/1).

Ia tidak mempungkiri jika dalam memberi izin ekspor konsentrat pada Freeport, pemerintah berpegang pada aturan PP dan Permen yang tidak sejalan dengan UU Minerba. Dimana dalam aturan turunan tersebut, Pemerintah kembali memberi batas waktu hingga 2017 mendatang.

“Iya bertentangan. Bertentangannya gini, kan dikasih waktu lima tahun, pemegang KK wajib melakukan pemurnian di dalam negeri. Selambat-lambatnya lima tahun sejak diundangkannya. Lima tahun itu kan jatuhnya 11 Januari 2015 lalu. Yah sudah berhenti, harusnya gitu. Kan pemerintah ditantang, apakah ini semua berhenti? Kan ga diambil sikap itu, ya kan? Kenapa ga diambil? kan celaka juga kalau semua harus dihentikan, kevakuman terjadi,” terangnya.

Sementara, lanjutnya, memang kita (Pemerintah) sendiri belum siap untuk menyediakan perangkat-perangkatnya. “Apalagi sekarang kenyataannya kan untuk membangun smelter. Energi engga ada. Ini kan dilematis, harus ambil sikaplah pemerintah. Gitu loh mambacanya,” sambung dia.

Namun demikian, Sukhyar meminta dengan tegas kepada Freeport agar menunjukkan keseriusan dalam membangun smelter. Jika tidak, pemerintah tidak segan-segan akan menutup operasional Freeport di Indonesia.

“Kalau engga ada kesungguhan dan membohongi pemerintah, Freeport kita hentikan,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Jaksa Cecar Saksi soal Pencairan Auditor Hambalang

Jakarta, Aktual.co — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan delapan saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso.
Dalam sidang, Jaksa mencecar saksi Irfan Nur Andri yang mengaudit pemasukan dan pengeluaran PT DLC. Awalnya Jaksa ‎menanyakan proses pencarian auditor yang dilakukan oleh Yahya Novanto saat diminta oleh Direktur Operasional PT DCL Ronny Wijaya. 
Dalam audit itu, Irfan menyebut adanya kerugian sebesar Rp 40 miliar. “Pada awalnya kita hanya memeriksa pendapatan dan biaya-biaya proyek Hambalang tahun 2011. Terdapat minus jadi rugi sekitar Rp 40 miliar dari Rp 162 miliar,” kata Irfan di PN Tipikor, Rabu (28/1).
‎Namun demikian, Yahya maupun Irfan mengaku tidak ada pesanan bahwa hasil audit itu untuk menjadi rugi. Yahya mengaku pernah diminta oleh Ronny untuk mencari faktur fiktif. “Bukan Pak Machfud tapi sama Pak Ronny,” kata Yahya.
Irfan mengaku dalam proses tersebut menemukan ‎kejanggalan dalam melakukan proses auditing. Sebab dia mengaku pihaknya tidak menerima data-data selain dari PT DCL. Irfan mengaku tidak ada data-data pendukung.
“Waktu itu saya belum lihat data-datanya. Saya belum berpikir rugi. Ketika saya dipanggil KPK berkali-kali, ikuti petunjuk KPK ada hasil untung Rp 28 miliar. Waktu itu Rp 40 miliar dari data-data DCL, kita nggak tahu mana yang fiktif karena kuitansi langsung dari DCL.”
‎Dalam kasus ini, Machfud Suroso didakwa memperkaya diri Rp 46,5 miliar dari proyek Hambalang, Bogor. PT DCL ditunjuk oleh KSO Adhi-Wika menjadi subkontrak pekerjaan ME dengan nilai kontrak yang telah digelembungkan yakni Rp 295 miliar ditambah pajak sehingga nilai kontrak Rp 324,500 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Sudah Mau Ditutup, Pendaftar Komjak Baru 4 Orang

Jakarta, Aktual.co — Pendaftaran calon anggota Komisi Kejaksaan RI (Komjak) akan segera ditutup akhir bulan Januari 2015 ini. Ketua Komjak, Halius Hosen mengatakan, hingga Selasa (27/1) kemarin, baru 4 orang yang mendaftar sebagai calon.
“Kemarin 4 orang yang sudah mendaftar, kalau hari ini saya belum tahu,”kata Halius ketika dihubungi, Rabu (28/1).
Dia menyampaikan bahwa, pendaftaran calon anggota Komjak terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk pejabat negara, hakim, advokat, LSM. “Semua bisa mendaftar,” ujarnya.
Disinggung proses pendaftaran dilakukan di Menkopolhukam, Halius menyebut memang untuk kali ini proses seleksi digelar di Menkopolhukam dan diketuai oleh Tumpak Hatarongan Panggabean selalu Ketua Panitia Seleksi.
“Tidak tertutup,”kilah Halius ketika disinggung mengapa proses seleksi kali ini cenderung tertutup dan jauh dari publikasi.
Tugas Komjak sendiri akan melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan. Melakukan pengawasan dan penilaian perilaku jaksa di dalam maupun di luar tugas kedinasan, serta melakukan penilaian atas kondisi organisasi, kelengkapan, sarana dan prasarana serta SDM kejaksaan. 
Komjak juga dapat memberikan masukan kepada Jaksa Agung atas hasil pemantauan dan penilainya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Dinkes Musi Banyuasin: Waspada Penyakit Musim Hujan, Ini Solusinya

Jakarta, Aktual.co — Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mengimbau masyarakat di daerah setempat untuk mewaspadai ancaman berbagai penyakit yang biasa timbul pada musim hujan seperti sekarang ini.

“Untuk mewaspadai ancaman berbagai jenis penyakit pada musim hujan sekarang ini, salah satu cara yang efektif, yakni dengan berperilaku hidup bersih dan sehat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Musi Banyauisin dr. Sriwijayani di Sekayu, Rabu (28/1).

Menurut dia, dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, lingkungan tempat tinggal dan aktivitas lainnya yang biasa menjadi tempat genangan air hujan dan sebagai sumber penyakit menjadi perhatian utama untuk dibersihkan.

Sejumlah penyakit yang perlu diwaspadai pada musim hujan, kata dia, seperti diare dan demam berdarah dengue (DBD), dengan lingkungan bersih dapat dicegah terbentuknya sarang nyamuk penyebab DBD dan tercemarnya sumber air untuk kebutuhan hidup sehari-hari penyebab diare.

Untuk memotivasi masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat, pihaknya pada tahun 2015 akan menggelar kembali lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat kabupaten.

Dalam lomba tersebut, masyarakat yang tinggal di desa binaan dinilai melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan indikator PHBS.

Indikator PHBS yang diharapkan dapat dijalankan masyarakat dalam kehidupan rumah tangga, antara lain mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan air bersih, harus menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan sayur dan buah setiap hari, dan melakukan aktivitas fisik setiap hari.

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

Dokter Sriwijayani menegaskan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat serta merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Syarat Utama Berbohong dan Kemelut BG Versus AS

Jakarta, Aktual.co — Kita tidak tahu tepat gerangan yang terjadi di balik simpang siur polemik mengapa KPK mendadak ‘mentersangkakan’ Komjen Budi Gunawan. Calon tunggal Kapolri yang ‘diloloskan’ semua fraksi 10 parpol di DPR itu, diduga menerima gratifikasi. Polemik meliar jadi bola panas karena mulai melibatkan nama besar hingga Presiden Jokowi, mantan presiden SBY Ketua Umum Partai Demokrat, dan mantan presiden Megawati Ketua Umum PDI Perjuangan. 

Oleh beberapa pengamat dan sejumlah media,npolemik dipelitir seakan ada konflik kelembagaan antar Polri dengan KPK. TNI dikesankan ‘diterlibatkan’ di dalam konflik, seiring ‘pemunculan’ kasus Bareskrim Polri yang tiba-tiba menangkap komisioner KPK, Bambang Widjojanto, selaku tersangka pemberi keterangan palsu.

Padahal Kepala Bareskrim baru ‘diserahterimakan’ dari Komjen Suhardi Alius kepada Komjen Budi Waseso. Bila Waseso yang belum sempat berbenah di Bareskrim disebut loyalis Budi Gunawan, maka Alius konon sempat menghadap SBY. Yakni sebelum Alius ‘diam diam’ menemui Widjojanto di KPK, semalam jelang Budi Gunawan, mantan ajudan Presiden Megawati, ditetapkan Abraham Samad sebagai tersangka.

Ekspos drama penangkapan Wakil Ketua KPK yang ‘kebetulan berbusana Muslim’ itu otomatis membuyarkan isu yang berpotensi rawan sehari sebelumnya. Padahal Plt Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sempat menyingkap bahwa Ketua KPK Abraham Samad melanggar kode etik pejabat publik. Samad, katanya, memanipulasi wewenang kepemimpinan KPK agar dipilih menjadi cawapres pendamping Jokowi pada Pilpres lalu.

Hasto yang mengaku siap dikonfontir bersama dengan para saksinya, membeberkan bahwa Samad dalam pertemuan terakhir dengan petinggi PDI Perjuangan sempat mengaku telah tahu lebih dulu jika dia tersisih oleh Jusuf Kalla. Antara lain karena Budi Gunawan menentang Samad menjadi cawapres. Konon dia tahu berkat menyadap pembicaraan telpon mereka.

Banyak cerita burung beredar yang menyebut nama-nama besar di balik kisruh ini. Seperti kisah mengapa ada anak petinggi yang tak kunjung di-tersangka-kan oleh KPK, padahal semua pejabat kunci partai disekelilingnya telah tervonis korupsi.

De Javu. Mirip misteri faktualitas kebenaran Letkol Untung dari Cakrabirawa, pengawal Presiden Soekarno, yang mengaku menemui Pangkostrad Mayjen Soeharto sebelum melancarkan Gerakan 30 September. Gerakan penculikan enam jendral, yang kelak dikabarkan pernah memeriksa Soeharto dalam skandal korupsi di Kodam Diponegoro. Semisteri peran Letkol Latief terhadap Soeharto pada September 1965 maupun teka teki kedekatan Syam Kamaruzaman dari Biro Chusus PKI dengan Soeharto semasa di Yogyakarta dahulu.

Sejarah memang penuh misteri. Banyak data tersembunyi, bahkan disembunyikan. Perlu terus penelitian ulang dan tafsir teraktual sesuai novum. Apalagi pada kemelut yang kini berlangsung, masing-masing pihak punya kepentingan sendiri. Mereka punya akses kuat ke media massa, lengkap dengan pasukan propagandis dan fans club masing-masing di sosial media FB maupun Twitter.

Hingar bingar penyesatan opini publik pun marak. Polemik pun bergeser seolah ada yang Anti Pembrantasan Korupsi atau ingin membubarkan KPK. Persis tahun 1965 begitu kasus ‘perseteruan internal TNI-AD’ dikapitalisasi menjadi Anti Komunis. Kapitalisasi yang ditunggangi kepentingan geopolitik global era perang dingin dengan syahwat modal asing yang mengincar kekayaan Nusantara, sehingga Freeport berhasil mulus menguasai tambang tembaga lengkap dengan UU No.1  Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, produk hukum pertama Orde Baru yang disalin mentah sebegitu rupa.

Ekspos foto jenazah para jenderal, ditambah bumbu fitnah ‘penyiletan penis para jendral’ dan ‘pesta tarian harum bunga’ oleh para sukarelawan Gerwani dan Pemuda Rakyat, menjadi pemicu skenario amuk massal. Dengan memelintir lokasi faktual Lubang Buaya di kawasan pangkalan udara Halim Perdanakusumah, Soeharto pun meng-character assassination TNI AU yang dikenal sebagai loyalis Soekarno.

Kita tak tahu siapa yang berbohong. Siapa yang tak jujur. Mungkin kita semua memang tak jujur. Karena mencari yang jujur, seperti pemeo Anak Jakarte, kagak segampang nyari ‘jujur kacang ijo’. Jadi ada baiknya kita cermati kilah cerdas Donald Rumsfeld, yang dua kali jadi menteri pertahanan 1975-1977 era Presiden Gerald Ford dan 2001-2006 semasa Presiden George Walter Bush.

Saat news briefing di Kemhan AS, Februari 2002, Rumsfeld dicecar pertanyaan Jim Miklaszewwski dari NBC atas ketiadaan bukti yang menautkan rezim Saddam Hussein dengan organisasi teroris (Islam?). Tak ada satu pun bukti Saddam itu memasok senjata pemusnah massal. Padahal, Irak terlanjur peranda diduduki AS.

Dalam film dokumenter Amerika 2013 yang disutradarai Errol Morris berjudul The Unknown Known: The Life and Times of Donald Rumsfeld ini, intelejen kawakan AS itu berkilah: “ … there are no “knowns.” There are things we know that we know. There are known unknowns. That is to say there are things that we now know we don’t know. But there are also unknown unknowns. There are things we do not know we don’t know.”

Pada dasarnya, Rumsfeld berkilah, tidak ada “knowns” (yang diketahui). Karena, ada hal-hal yang kita tahu bahwa kita tahu. Ada yang diketahui tak diketahui. Itu untuk menyebut ada hal-hal yang kita sekarang tahu kita tidak tahu. Tapi ada pula yang tak diketahui (itu) tidak diketahui. Ada hal-hal yang kita tidak tahu, kita tidak tahu.

Tertayang, Rumsfeld menekankan, meski yang disampaikan terkesan bak teka-teki. Namun itu bukan teka-teki. Karena sesungguhnya itu hal yang penting dan sangat serius. Dengan kata lain, ketidakadaan bukti bukanlah bukti ketidakadaan.

Kini jika kisruh BG versus AS diarah-arahkan menjadi isu pemakzulan bertahap (impeachment) melalui hak-hak konstitusional DPR dan kelak MPR, tentu khalayak yang terbebaskan dari amnesia politik akan teringat pada gaya kudeta merangkak Soeharto terhadap Soekarno. Kudeta yang disponsori para agen neolib atau antek nekolim (neo kolonialisme imperialisme) dalam istilah Bung Karno.

Saat ini masalah kita bersama justru bagaimanakah jika semua itu beranjak dari kebohongan demi kebohongan, seperti tragedi nasional Lubang Buaya? Kebohongan yang difabrikasi sedemikian rupa, hingga tak jelas lagi mana kawan mana lawan. Semua itu akibat ulah oligopoli perancuan pendapat umum lewat industri media, sebagaimana monopoli satu arah pemberitaan pers pasca G30S.

Padahal berbohong itu memerlukan beberapa syarat utama. Pertama harus punya ketajaman daya ingat. Kedua taat konsisten dengan kebohongannya. Ketiga secara faktual semua orang pasti bisa dibohongi. Keempat memang ada orang tertentu yang bisa dibohongi seumur hidupnya.

Namun jangan pernah lupa, ada hukum kelima dalam berbohong. Yaitu, tak pernah ada pembohong yang bisa membohongi semua orang seumur hidup. Seperti semasa Orde Baru, berkat adegan dalam film propagandis wajib tayang TVRI tiap tanggal 30 September yang berjudul ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI’, khalayak pasti selalu ingat ucapan yang terus mengiang: ‘Darah rakyat itu merah, jenderal.’

Artikel ini ditulis oleh:

Ahok Kembali Seloroh ‘Tom & Jerry’ Soal PKL Blok G

Jakarta, Aktual.co —Kondisi Pasar Blok G, Tanah Abang, Jakarta Pusat kembali semrawut. Pada pedagang kaki lima yang sebelumnya di jaman Gubernur Joko Widodo sempat direlokasi ke kios-kios di lantai atas Blok G, kembali ke ‘habitat aslinya’. Yakni berdagang di badan jalan di seputaran Pasar Tanah Abang.
Menanggapi itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berjanji akan menindak tegas dengan menurunkan petugas untuk menangkapi para pedagang yang nekat kembali gelar lapak di jalan.  “Mesti sikat lagi (PKL),” kata Ahok, di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu (28/1).
Dia pun kembali mengulangi lagi selorohan yang dulu pernah diucapkannya mengenai pola penertiban antara pedagang dengan petugas.  Ahok menggambarkan, pedagang kaki lima dengan petugas penertiban ibarat kucing dan tikus yang selalu berkejaran.
“Contoh film Tom and Jerry, pernah nonton nggak waktu kecil? Kejar-kejar lagi kalau sudah habis hukumannya,” ujar dia.
Terus berulangnya pola seperti itu, menurut dia lantaran ringannya sanksi denda bagi pedagang yang membandel cuma Rp100 ribu. 
“Dia (pedagang) bayar preman sehari bisa Rp100 ribu, seminggu Rp700 ribu. Ya nggak ada takutnya dia (sama petugas). Makanya tangkapin sita saja barangnya,” ujar Ahok gusar.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain