25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 42500

Jokowi, Internasionalisme dan Oligarki

Dalam sebuah kolom khusus di New York Times (November 2011), Paul Krugman pernah menyoal bahwa Amerika bukan lagi sebagai negara demokrasi. Namun negara oligarki.

Penerima Nobel di bidang Ilmu Ekonomi itu menuliskannya dalam sebuah tajuk berjudul “Oligarchy, American Style” yang sarat sindirian. Dia menulis: “Anyone who has tracked this issue over time knows what I mean. Whenever growing income disparities threaten to come into focus, a reliable set of defenders tries to bring back the blur. Think tanks put out reports claiming that inequality isn’t really rising, or that it doesn’t matter. Pundits try to put a more benign face on the phenomenon, claiming that it’s not really the wealthy few versus the rest, it’s the educated versus the less educated”.

“So what you need to know is that all of these claims are basically attempts to obscure the stark reality: We have a society in which money is increasingly concentrated in the hands of a few people, and in which that concentration of income and wealth threatens to make us a democracy in name only”.

Analisis ekonom penting New Keynesian ini selalu mendapat counter. Mungkin karena dianggap risetnya tidak terlalu dalam. Mungkin juga itu hanya sebatas kesimpulan sementara dari beberapa fakta ekonomi kuantitatif yang dia peroleh. Atau, pernyataannya, secara politis, sudah mengganggu kepentingan kelompok tertentu.

Namun, jauh sebelumnya, Jeffrey A. Winters (2009) sebenarnya sudah memulai riset soal oligarki di AS. Associate Proffesor di Political Science, Northwestern University ini bersama rekannya Benjamin I. Page, seorang professor di Gordon Scott Fulcher of Decision Making, Northwestern University sempat memublikasikan risetnya yang berjudul “Oligarchy in the United States” di Cambridge Journals.

Mereka meriset data distribusi pendapatan dan kekayaan di AS. Hasilnya, hampir mirip dengan hipotesa Krugman, bahwa segelintir orang kaya di AS ternyata memiliki pengaruh kuat terhadap kebijakan ekonomi dan politik di AS: “A brief review of the literature suggests possible mechanisms by which such influence could occur, through lobbying, the electoral process, opinion shaping, and the US Constitution itself”.

Yang mengejutkan, pada April 2014 lalu, muncul sebuah penelitian yang cukup signifikan membenarkan dan memperkuat pendapat Krugman dan Winters. Boleh dikatakan, riset ini adalah riset pertama, cukup komprehensif dan sangat penting dalam sejarah yang mengatakan bahwa AS bukan ‘Raja’ sistem demokrasi. Mungkin bisa dikatakan AS adalah rajanya sistem oligarki.

Judul riset itu cukup  panjang,”Testing Theories of American Politics: Elites, Interest Groups, and Average Citizens”. Riset yang dilakukan Martin Gilens, seorang Professor Politics di Princeton University dan Benjamin I. Page (rekan Jeffrey A. Winters) ini dimuat dalam jurnal akademik “Perspectives on Politics” (2014).

Pertanyaan awal riset mereka cukup sederhana: Siapa sebenarnya yang memerintah dan menjalankan negara Amerika Serikat?

Lalu, dengan menggunakan teori Majoritarian Electoral Democracy; teori Economic Elite Domination; teori Majoritarian Pluralism; dan teori Biased Pluralism mereka berusaha menjawab pertanyaan ini: Siapa aktor penting yang paling berpengaruh dalam menentukan kebijakan publik di AS? Apakah rakyat AS, elit ekonomi, atau organisasi/kelompok kepentingan (massa dan bisnis)?

Mereka kemudian menguji 1,779 kebijakan publik yang ada di AS. Ini jumlah yang cukup besar dalam sejarah untuk studi uji kebijakan publik. Salah satu kesimpulannya, ada yang salah dengan demokrasi di AS. “…our analyses suggest that majorities of the American public actually have little influence over the policies our government adopts. Americans do enjoy many features central to democratic governance, such as regular elections, freedom of speech and association, and a widespread (if still contested) franchise. But we believe that if policymaking is dominated by powerful business organizations and a small number of affluent Americans, then America’s claims to being a democratic society are seriously threatened”.

Ini salah satu riset penting yang membuktikan bahwa (secara ilmiah bukan sekadar pernyataan politik.red), sistem demokrasi di Amerika Serikat sudah berubah menjadi sistem oligarki.  

Lalu, apa arti penting riset itu bagi perkembangan demokrasi global dan Indonesia khususnya?  

Pertama, bahwa AS bukan lagi contoh penting bagi negara lain dalam tata cara berdemokrasi. Mungkin, bisa dikatakan, AS adalah contoh negara ologarkis paling canggih yang pernah ada sampai saat ini.

Kedua, semua bentuk tekanan dibalik kerjasama ekonomi, politik dan militer yang dilakukan AS ke banyak negara dengan mengatasnamakan demokrasi perlu dikajiulang. Karena keputusan-keputusan tersebut bukan atas nama kepentingan rakyat AS tapi atas nama kepentingan oligarki (kepentingan kelompok bisnis dan klik kelompok elite politik) tertentu.

Setidaknya, catatan-catatan itu bisa dijadikan refleksi untuk melihat hakikat hubungan kerjasama internasional yang sudah dilakukan Indonesia saat ini.

Ini juga bisa jadi catatan penting buat rezim Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam menyikapi tekanan geopolitik dari negara-negara kuat saat ini. Bahwa tidak semua bentuk kerjasama antar negara itu selalu berakhir dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat dan kedaulatan negara bangsa ini. Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah banyak kerjasama antar negara berakhir pada keuntungan segelintir perusahaan dan kelompok elit tertentu.

Dengan visi politik internasional yang bebas dan aktif  yang tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat dan kedaulatan negara bangsa ini, Bung karno sebenarnya telah meletakkan konsep kerakyatannya dalam visi internasionalismenya. Bukan visi dan konsep yang oligarkis.

Bagaimana Jokowi-JK? Mari kita lihat kepemimpinan mereka. Apakah benar arah kebijakan yang mereka buat akan membela rakyat (sistem demokrasi kerakyatan) atau justru membela dan terjebak oleh kepentingan yang oligarkis (sistem oligarki).

Kita harus terus menerus untuk mengingatkan soal ini kepada seluruh pemimpin, tokoh dan pemegang amanah kekuasaan yang ada di negeri ini. 

Artikel ini ditulis oleh:

Jelang Lawan Persebaya, Pelatih Persib Ogah Terpengaruh “Psywar”

Bandung, Aktual.co — Perang urat syaraf (Psywar) yang dilancarkan oleh kubu Persebaya Surabaya, dengan menyebutkan beberapa pemain intinya yang kurang fit, ditanggapi dingin oleh pelatih Persib Bandung, Djajang Nurjaman.

Pelatih yang akrab disapa Djanur ini menyebut dalam laga lanjutan babak delapan besar Indonesia Super League (ISL) 2014, di Stadion Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu (22/10) nanti, pihaknya akan menurunkan skuat terbaik.

“Itukan hanya psywar saja, kemaren saja sampai beberapa orang di sebut (absen) tapi kenyataannya maen juga, tapi yang bener cideranya hanya Richardo (Salampesy) tapi yang di sebut-sebut tujuh pemain yang cedera itu hanya psywar,” katanya di Bandung, Senin (20/10).

Djanur menuturkan walaupun bomber haus gol Persebaya, Greg Nwokolo juga di kabarkan sedang dalam kondisi tidak fit dan di ragukan tak tampil di laga nanti, namun dia tetap menilai Persebaya tetaplah tim yang kuat yang sukar di taklukan

“Kita ngga pernah mau lihat satu orang, tapi melihat Persebaya, jadi kita tidak melihat ngga ada Greg Persebaya jadi berkurang kekuatannya, secara keseluruhan Persibaya tim yang bagus,” katanya.

Untuk itu Djanur telah menyiapkan beberapa strategi untuk menghadai Persebaya termasuk menyiapkan Firman Utina, M.Taufiq, serta Hariono yang sudah bisa mengikuti sesi latihan.

“Saya pikir kondisi pemain tidak ada masalah jadi Insya Allah siap untuk (latihan) hari ini (kemarin), semua pemain ready, tidak ada masalah, tinggal pemantapan saja,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pasukan Rahmad Darmawan (RD) tengah dalam krisis pemain, tercatat tujuh anak latihnya dalam kondisi kurang fit. yakni Fandi Eko Utomo, Alfin Tuasalamony, Manahati Lestusen, Dedi Kusnandar, serta kapten Greg Nwokolo, Hasim Kipuw, dan Ricardo Salampessy.

Artikel ini ditulis oleh:

Tidak Ada Kebencian dalam Pelantikan Jokowi

Jakarta, Aktual.co — Pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden pagi tadi adalah “moment of truth”. Tidak ada suasana permusuhan, tidak ada situasi berhadap-hadapan dalam sidang paripurna MPR tersebut.
Demikian disampaikan anggota MPR RI Jeffrie Geovanie di Jakarta, Senin (20/10).
“Tidak ada kebencian tersisa di jam-jam bersejarah itu,” katanya. 
Apalagi pasangan pesaing Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres kemarin, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa disambut standing applause saat menghadiri pelantikan tersebut. Begitu juga SBY-Boediono.
“Semua saling memberikan penghargaan, menempatkan posisi dan porsi masing-masing dengan begitu sempurna dalam harmoni,” ujar politikus muda ini.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Jokowi sejak awal kemunculannya di Pilpres,  bahwa politik itu adalah kegembiraan. “Dan itu konsisten dilaksanakannya hingga hari ini,” jelasnya.
Padahal, belakangan sebelumnya masih banyak terselip pesimisme di media sosial ataupun di media massa. Ada yang mengatakan SBY menyandera demokrasi, parlemen dikuasai Koalisi Merah Putih, eksekutif akan dijegal parlemen, demokrasi Indonesia kembali ke titik nol Orde Baru, dan banyak sekali nada pesimis lainnya.
Hal-hal tersebut membuat seakan demokrasi Indonesia sedang diambang kehancuran. Bahkan situasi politik kini dalam posisi berhadap-hadapan antara legislatif dan eksekutif, lebih spesifik antara KMP dan KIH. Tapi semua itu sudah jelas hanya isapan jempol.
“Berlalulah nada pesimis, terkuburlah semua kenyinyiran yang selalu dihembuskan. Kita, di hadapan tamu-tamu asing dari negara sahabat, menunjukkan sebuah politik demokrasi yang bernilai sangat tinggi dan mulai. Kita bahkan bisa berkata, belajarlah demokrasi, dari sini, Indonesia,” demikian anggota MPR RI ini mengakhiri.

Artikel ini ditulis oleh:

DPRD: Proyek Giant Sea Wall Baru Dimulai Empat Tahun Lagi

Jakarta, Aktual.co —Pembangunan Giant Sea Wall (GSW) baru bisa dilaksanakan sekitar empat sampai lima tahun lagi, yakni setelah proses reklamasi selesai.
Dijelaskan Anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi proyek reklamasi itu dilakukan dengan ‘mengurug’ pantai dengan kedalaman hingga delapan meter dan menjorok ke arah tengah laut hingga 200 meter.
“Di ujung reklamasi itulah yang nantinya akan dibuat Giant Sea Wall. Jadi yang kemarin itu bukan Giant Sea Wall. Jadi masih lama itu GSW karena setelah reklamasi baru bisa dimulai proyeknya,” ujar Sanusi, saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Dengan begitu, ujarnya, pencanangan yang dilakukan Menko Perekonomian Chairul Tanjung beberapa waktu lalu di Teluk Jakarta hanyalah penguatan tanggul pesisir, dan bukan GSW.
Dijelaskannya, dalam proyek pemacangan tanggul di garis pantai sepanjang 32 kilometer, baik pemerintah pusat dan Pemprov DKI masing-masing dapat jatah memasang empat kilometer. 
“Sisanya tanggung jawab pengembang yang mereklamasi,” ujarnya, di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Sanusi menambahkan, karena proyek GSW atau tanggul raksasa berada di depan pulau-pulau yang direklamasi, artinya pihak yang paling banyak diuntungkan adalah perusahaan pengembang. 
Oleh karena itu, tambah Sanusi, DPRD DKI Jakarta tidak akan setuju jika proyek GSW gunakan anggaran dari APBD DKI.
Dari informasi yang dihimpun, pembangunan GSW dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama dimulai dari tanggul A dan B yang dilaksanakan pada 2014 sampai 2017. Untuk pengerjaan tanggul A akan memakan biaya Rp17 triliun yang ditanggung Pemerintah Pusat. Sedangkan Tanggul B sebesar Rp70 triliun yang ditanggung Pemprov DKI.
Sedangkan untuk tahap kedua akan dilakukan tanggul C atau tanggul timur yang direncanakan mulai digarap tahun 2018 sampai 2025 dengan biaya sebesat Rp20 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Polisi Tangkap 4 Copet Saat Acara Kirab Jokowi

 Jakarta, Aktual.co —  Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto mengatakan pihak kepolisian telah mengamankan empat pelaku pencopetan yang beraksi saat berlangsungnya kirab pelantikan Presiden RI di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Rikwanto mengatakan dari tujuh laporan kejahatan copet tersebut, polisi telah mengamankan empat orang pelaku yang kini diamankan di Polsek Menteng, Jakarta Pusat.
“Ada tujuh laporan kecopetan. Saat ini semua (pelaku) sedang di periksa di Polsek Menteng,” kata Komisaris Besar Rikwanto di Jakarta, Senin (20/10).
Selain pencopetan, pihak kepolisian juga mendapatkan laporan anak hilang, namun petugas yang menyisir lokasi kirab pelantikan Presiden RI tersebut mampu menemukan anak itu.
“Anaknya sudah ditemukan karena terpisah dari rombongan,” ucap Rikwanto.
Kendati terjadi tindak kejahatan pencopetan, namun Rikwanto mengatakan situasi dan kondisi di seluruh wilayah hukum Polda Metro Jaya berjalan normal serta tidak ada gangguan keamanan dan ketertiban.
Pihak kepolisian memprediksi sekitar 40.000 orang menghadiri kirab pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang akan berpusat di Monas, Jakarta Pusat.
Untuk itu pihak kepolisian telah menyiagakan puluhan ribu personel untuk menjaga acara yang rencananya akan ditutup dengan pelepasan 7.000 lampion di Monas malam nanti.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Angin Kencang, Waspadai Pohon Tumbang

Malang, Aktual.co — Angin yang berhembus kencang sepanjang 4 hari ini di wilayah kota Batu rawan akan adanya pohon tumbang. Rahmatullah Aji, Kepala Observasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangploso, menyebutkan, kecepatan angin di wilayah Kota Batu saat ini berkisar antara 23-25 Knot.
“Angin kencang ini berhembus dari dararan Australia dan bergerak menuju tenggara,” kata Rahmatullah, Senin (20/10) di Malang, Jawa Timur.
Kecepatan angin ini terjadi, lantaran adanya tekanan udara yang terjadi antara dataran rendah dan dataran tinggi.
“Menjelang masa pancaroba  biasanya terjadi sekitar bulan Oktober biasanya kecepatan angin relatif lebih kencang dari biasanya,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, Rochim, menghimbau kepada warga agar waspada adanya angin kencang. Sebab, selama tahun 2014 setidaknya ada satu korban jiwa akibat tertimpa pohon.
“Skala memang kecil, namun sudah menelan korban jiwa dari pohon tumbang ini,” kata Rochim.
Saat ini pihak BPBD masih melakukan kordinasi dan pemetaan kekuatan tiap SKPD agar bisa mengantisipasi adanya korban.
“Image kota wisata akan buruk bila pohon tumbang ini sampai menelan korban,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain