Nah, dengan seabrek dukungan macam itu, masuk akal kalau dikatakan secara riil Ahok hanya meraup 15-18 persen suara. Tentu saja, ini adalah kekalahan yang amat telak dan memalukan.

Bagaimana mungkin, calon petahana yang didudukung oleh begitu banyak sumber daya; media, deretan lembaga survei, dana yang tak terbatas, kekuasaan dan birokrasi, dan partai politik kok tetap keok?!

Jadi, begitulah. Pilkada DKI putaran dua memberi pelajaran amat barharga. Rakyat sudah ogah (untuk menghindari kata; muak) dengan Ahok.

Fakta ini semestinya menjadi catatan penting buat Jokowi. Pasalnya, gosip Basuki bakal masuk kabinet belakangan ini santer merebak. Presiden sebaiknya sadar betul, bahwa manusia yang satu ini sama sekali bukan aset, melainkan liabilitas.

Bukan cuma itu. Ahok adalah manusia berbahaya. Berbahaya bagi kesatuan dan persatuan NKRI karena mengoyak kebhinnekaan. Kelakuan minusnya bisa menjadi pemicu potensi konflik horisontal.

Dia juga tidak segan-segan menyeret siapa saja untuk menyelamatkan dirinya. Masih ingat bagaimana dia berkoar-koar, bahwa Jokowi tidak akan bisa jadi Presiden tanpa bantuan pengembang? Kalau benar-benar masuk kabinet, bukan mustahil jurus serupa akan kembali dia mainkan saat dia tersudut.

Pak Jokowi, anda mau Ahok kembali membegitukan Anda?

Jakarta, Awal Mei 2017

Edward Marthens
pekerja sosial, tinggal di Jakarta

Artikel ini ditulis oleh: