Partisipasi politik rakyat ini, kata Ridha, harus diletakan dalam konteks besar politik Indonesia. Dimana hak pilih bukan semata-mata berarti hak setiap orang untuk memilih calon yang dipilihnya, melainkan arti dari kemulian hak pilih itu terletak pada keinginan dan partisipasi politik setiap warga negara sebagai pemangku hak pilih untuk menghormati konstitusi.

“Pada pemilu kali ini, kita masih melihat kendala tehnis dari penyelenggara pemilu yang menyebabkan pelaksanaan pemilu di sejumlah daerah bahkan diluar negeri terjadi insiden hilangnya hak pilih warga negara, karena rumitnya teknis dan baru pertama kalinya kita melaksanakan pemilihan umum secara bersamaan, namun kita juga harus memahami bahwa pemilu kali ini dipersiapkan dengan niat baik oleh penyelengara pemilu,” ujar dia.

Karena itu, Ridha berpesan agar semua pihak bersabar karena masih ada dua rangkaian pemilu yaitu perhitungan dan penetapan pemenang. Bahkan ada kesempatan waktu bagi yang kalah untuk menggunakan hak hukumnya dengan menggugat ke mahkamah konstitusi jika penyelenggaraan pemilu dianggap telah terjadi kecurangan yang terorganisir, sistimik dan meluas.

Hal senada disampaikan pengamat politik, Ujang Komarudin. Ujang menyayangkan fenomena saling klaim kemenangan, sebab proses perhitungan masih berlangsung.

“Demokrasi dan kontestasi politik memang mengharuskan kedua kubu yang bersaing untuk memiliki kesabaran tingkat tinggi dalam menunggu hasil perhitungan dari KPU,” kata Ujang.

Menurut Ujang, dengan telah usainya perhelatan pesta demokrasi lima tahunan, semua pihak seharusnya bisa lebih mencairkan suasana. Bukan justru saling klaim kemenangan hanya hanya akan menambah suasana politik makin panas.

Artikel ini ditulis oleh: