Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, terancam gagal membayar sejumlah proyek pembangunan 2014 senilai Rp24,4 miliar, karena penerimaan pajak rokok yang ditarget sebesar Rp29 miliar baru diterima Rp5 miliar.

“Ada 11 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mengerjakan sejumlah proyek pembangunan yang nilainya mencapai Rp24,4 miliar, yang alokasi anggarannya memanfaatkan penerimaan pajak rokok,” kata Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemkab Bojonegoro Herry Sudjarwo di Bojonegoro, Senin (20/10).

Lebih lanjut ia menjelaskan sesuai surat yang diterima dari Pemprov Jatim, semula daerahnya akan menerima pajak rokok 2014 sebesar Rp29 miliar.

“Tetapi belakangan Pemprov Jatim menurunkan penerimaan pajak rokok dari Rp29 miliar menjadi Rp24 miliar,” jelasnya.

Mengenai pajak rokok itu, katanya, berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diberlakukan sejak 1 Januari 2014.

Sesuai UU itu, lanjutnya, hasil penerimaan pajak rokok secara nasional, yang kemudian dibagikan kepada provinsi sebesar 10 persen. Perolehan provinsi tersebut kemudian dibagikan kepada daerah dengan komposisi 30 persen provinsi dan 70 persen daerah.

Sesuai ketentuan, menurut dia, separuhnya dimanfaatkan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat, dengan syarat proyek tersebut belum masuk dalam pendanaan APBN, APBD, DAK, DAU, dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).

Selain itu, katanya, proyek juga belum masuk dalam dana bantuan operasional kesehatan dan sumber pembiayaan kesehatan lainnya di masing-masing daerah.

“Perolehan pajak rokok lainnya alokasinya untuk penegakan hukum,” ucapnya.

Di daerahnya, ia menyebutkan alokasi perolehan pajak rokok tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan di 11 SKPD, dengan jumlah terbanyak paa Dinas Kesehatan (Dinkes) hingga mencapai Rp10 miliar lebih.

Lainnya di Bagian Humas dan Protokol, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bakesbangpol Linmas, Bagian Hukum, Satpol PP, Bagian Perlengkapan, Dinas Pendapatan Daerah, RSUD Padangan, RSUD Sumberrejo dan Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.

“Kami masih berusaha mencari pemecahan dengan mencari sumber pendapatan lain, agar sejumlah proyek di 11 SKPD tidak gagal bayar,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka