“Boleh jadi memang perencanaan dan realisasi tidak dirancang dengan baik, sehingga, memang barang sudah dibeli melalui APBN itu enggak terpakai,” tukasnya.

Sementara itu menurut Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menilai ada pekerjaan rumah besar di Bulog menyangkut tata kelola untuk menyangga pangan nasional. Menurutnya Bulog tidak punya data yang baik mengenai produksi, data kebutuhan dan ketersediaan stok di Bulog sendiri.
“Kita banyak menemukan ketidaksinkronan data, baik data produksi, kebutuhan dan barang yang ada di Bulog,” kata Firdaus Ilyas.
Hal ini diperparah dengan dugaan praktek pemburu rente yang memanfaatkan kelangkaan bahan-bahan pokok di pasar. Pengaduan kerap tak adanya beras Bulog di pasar tradisional, sering muncul.
Pun, beras sachet yang disebut-sebut sebagai inovasi untuk distribusi beras menumpuk, ternyata tak ampuh dan berpotensi pemborosan dalam produksinya. ICW pun mempertanyakan kabar soal kadaluarsanya stok beras mencapai 800 ton di Batam.
“Ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari ketidakcukupan persediaan pangan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh: