Keponakan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11/2017). Irvanto diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi KTP Elektronik dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Jaksa penuntut umum KPK menegaskan bahwa perbuatan mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investment Pte Ltd Made Oka Masagung identik dengan pola tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Berdasarkan pola penarikan dan pemberian uang sebesar 383.040 dolar Singapura, menurut penuntut umum identik dengan pola Hawala dalam tindak pidana pencucian uang. Fakta ini memperkuan bahwa uang yang diterima terdakwa II Made Oka Masagung adalah hasil kejahatan,” kata JPU KPK Abdul Basir dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (6/11).

Dalam perkara ini, Irvanato dan Made Oka sama-sama dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik (e-KTP).

Melalui Made Oka Masagung, Setya Novanto menerima seluruhnya 3,8 juta dolar AS lewat rekening OCBC center branch atas nama OEM Investmen Pte Ltd sejumlah 1,8 juta dolar AS dan melalui rekening Delta Energy Pte Ltd di bank DBS Singapura sejumlah 2 juta dolar AS seolah-olah dilakukan jual beli saham Neuraltus Pharmaceutical bersama dengan Anang S. Sudihardjo.

“Justru sebagian uang tersebut diberikan kepada terdakwa I Irvanto dengan meminjam rekening Muda Ikhsan Harahap di Bank DBS sebesar 383.040 dolar Singapura, kemudian ditarik secara tunai oleh Muda Ikhsan Harahap untuk dibawa secara tunai dari Singapura ke Jakarta dan diserahkan ke Terdakwa I di rumahnya, Jagakarsa,” tambah jaksa Basir.

Penyidik Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat juga menyatakan bahwa Multicom Investment tidak pernah menjadi pemegam saham di Neuraltus Pharmaceutical.

“Fakta uang yang dikirim Anang S. Sudihardja ke rekening Dela Energy Pte Ltd di Bank DBS Singapura berasal dari proyek KTP-el serta adanya pengiriman uang kepada terdakwa I Irvanto melalui rekening Muda Ikhsan Harahap yang dananya berasal dari KTP-el. Fakta ini makin memperkuat pembuktian bahwa uang 2 juta dolar AS dikirim oleh Anang ke rekening Delta Energy adalah untuk Setya Novanto,” ungkap jaksa.

Selanjutnya, Setnov juga menerima seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS melalui Irvanto (keponakan Setnov) pada periode 19 Januari s.d. 19 Februari 2012 yang berasal dari Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS melalui transaksi antar-money changer.

“Penuntut umum berpendapat transaksi semacam itu pada dasarnya hanya bertujuan untuk memisahkan atau menjauhkan para pelakunya dari kejahatan yang menghasilkan ‘dana kotor’ tersebut sehingga diharapkan kejahatan yang telah dilakukannya tidak dapat teridentifikasi,” kata jaksa.

Meski kedua terdakwa mengaku tidak pernah memberikan uang tersebut kepada Setnov, hal itu tidak menjadi soal karena kehatan koruspi yang melibatkan beberapa pelaku dan jasa keuangan tidak harus hasil kejahatannya benar-benar secara fisik diterima oleh beneficial owner-nya.

Menurut dia, tidak menjadi soal apakah secara fisik uang tersebut diterima Setnov atau tidak karena dalam prinsip kejahatan keuangan, pemilik manfaat akan berusaha menjauhkan hasil perbuatan dengan dirinya dan menggunakan pihak lain untuk mengontrol hasil kejahatan tersebut.

“Menurut Nelson Rockeffeler pemilik manfaat (beneficial owner) bagai dalang (puppert master) yang untuk melindungi hasil kejahatannya tidak perlu menguasai secara langsung tetapi mengontrol atas semua hasil kejahatannya atau own nothing but control everything,” ucap jaksa Basir.

Nota pembelaan (pledoi) akan dibacakan Irvanto dan Made Oka pada tanggal 21 November 2018.

Terkait dengan perkara ini, sudah beberapa orang dijatuhi vonis, yaitu mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dan mantan Dirjen Dukcapil Irman masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Mantan Ketua DPR Setya Novanto 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sugihardjo divonis selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp20,732 miliar.

Bekas anggota Komisi II DPR Miryam S. Haryani divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis Mahkamah Agung selama 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar 2,15 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar subsider 5 tahun kurungan.

Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-el dengan sangkaan menghalang-halangi penyidikan. Penyidikannya masih berlangsung di KPK.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan