Jakarta, Aktual.com — Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 145 permohonan sengketa Pilkada Serentak 2015 hingga Rabu (23/12) lalu. Besaran permohonan sengketa itu merupakan hasil dari pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 yang diikuti 139 tingkat kabupaten/kota dan 6 pilkada tingkat propinsi.

Salah satu pilkada yang diajukan ke MK adalah Pilkada Propinsi Bengkulu. Sesuai dengan kewenangannya pada Undang-Undang Pilkada, MK pada kali ini hanya berwenang memutus Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) dengan syarat utama adanya selisih suara dalam permohonan sengketa yang diajukan.

Pilkada Bengkulu menjadi salah satu dari banyaknya permasalahan sengketa pilkada yang bersifat substantif. Khususnya terkait apakah sebuah proses penyelenggaraan pilkada berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta berpegang pada prinsip free and fair. Sebab proses perselisihan hasil pilkada di MK, tidak hanya soal hitung-hitungan suara semata.

Pengamat politik Point Indonesia Karel Susetyo menyatakan, kesulitan terbesar dalam penyelesaian sengketa pilkada kali ini adalah adanya paradigma yang sempit dari MK. Yakni bahwa perselisihan hasil pilkada hanya semata berdasarkan pada hitungan suara belaka. Sehingga tanpa adanya syarat selisih suara, MK bisa dengan mudah menolak permohonan sengketa.

“Oleh karena itu, sudah sewajibnya bagi MK untuk bekerja secara profesional dan mendetil dalam memeriksa setiap permohonan sengketa, sehingga dapat menyentuh permasalahan subtantif dari setiap sengketa,” terang Karel kepada wartawan, Rabu (30/12).

Apalagi, lanjut dia, MK bisa saja mengabaikan syarat selisih suara dan lebih mendorong pemeriksaan secara detil atas semua alat bukti dan dalil yang dimohonkan. Karena sangat dimungkinkan bahwa kedua hal tersebut memiliki hubungan langsung terhadap adanya potensi kecurangan pilkada secara keseluruhan.

Kasus Bengkulu Selatan bisa menjadi contoh, bagaimana sengketa disebabkan oleh keabsahan status Cabup Dhirwan dalam mengikuti pilkada kali ini. Jelas MK perlu melakukan pemeriksaan atas bagaimana KPUD menjalankan tugasnya dalam melakukan verifikasi atas semua bakal cabup Bengkulu Selatan.

“Sudah sepatutnya bagi MK untuk mendalami sengketa pilkada secara menyeluruh dan menyentuh pada substansinya, dimana pada akhirnya mampu menguak adanya potensi kecurangan pilkada yang sesungguhnya. Dengan demikian maka hak keadilan dari para pemohon sengketa pilkada dapat terpenuhi secara utuh,” kata Karel.

Untuk diketahui, permasalahan Pilkada Bengkulu Selatan 2015 mirip dengan permasalahan Pilkada 2008. Saat itu, sudah ada keputusan MK melalui putusan tanggal 8 Januari 2009. MK ketika itu menilai bahwa telah terjadi kelalaian atau kesengajaan oleh KPUD Bengkulu Selatan yang mengabaikan persyaratan calon kepala daerah.

Ketika itu calon Bupati Dhirwan Mahmud lolos sebagai kandidat meski berstatus mantan narapidana dengan masa hukuman lebih dari 5 tahun. Ditengarai hal yang sama juga terjadi kali ini dalam sengketa pilkada Bengkulu Selatan, Dhirwan Mahmud yang memenangi pilkada 2015 kembali digugat status hukumnya yang masih sebagai narapidana pada kasus yang berbeda oleh Cabup lainnya Reskan Effendi.

Artikel ini ditulis oleh: