Riau Andalan pulp and paper
Riau Andalan pulp and paper

Jakarta, Aktual.com – Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai kebijakan penolakan Kementerian LHK terhadap Rencana Kerja Usaha (RKU) PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP, APRIL Grup) yang tidak tunduk pada kepentingan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut merupakan putusan yang tepat.

Henry Subagyo, Direktur ICEL menyebut, seharusnya PT RAPP mengajukan perbaikan RKU yang mengakomodasi berbagai regulasi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang merujuk pada PP 71/ 2014 jo. PP 57/ 2016.

“Seharusnya RAPP memperbaiki RKU, bukan malah melakukan gugatan. Memperbaiki RKU akan memperlihatkan RAPP berkomitmen melindungi ekosistem gambut, namun dengan menggugat kebijakan pemerintah, terbukti RAPP tidak memiliki kepedulian sama sekali,” kata Henry secara tertulis, Selasa (19/12).

Lebih lanjut menurutnya bukti ketidakpedulian PT RAPP terhadap perlindungan ekologis dapat dilihat dari turut andilnya PT RAPP dalam laju kerusahan hutan dan ekosistem gambut di Riau. Pada Januari 2017 ditemukan PT RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, yang izinnya tengah dihentikan sementara merencanakan pembukaan kanal baru di area bekas terbakar yang merupakan kawasan gambut dengan kedalaman lebih dari 4 meter.

Tidak hanya itu, PT RAPP juga terlibat dalam perkara korupsi kehutanan dan kebakaran hutan di Provinsi Riau. Berdasarkan hasil penelusuran putusan pengadilan terkait kasus korupsi penerbitan izin kehutanan di Riau, untuk produksi pulp and paper, PT RAPP menerima pasokan dari 15 perusahaan yang terlibat dalam korupsi kehutanan yang juga melibatkan 2 Bupati, 3 Kepala Dinas Kehutanan serta Gubernur Riau.

“Dalam dokumen dakwaan dan pertimbangan putusan disebutkan bahwa salah satu pengurus PT RAPP, Ir. Rosman, terlibat dalam proses suap menyuap penerbitan izin tersebut dan PT RAPP memperoleh keuntungan Rp939.294.134.388,29 dari penebangan hutan alam tersebut,” kata dia.

Manager Kajian Kebijakan Walhi, Even Sembiring menambahkan; isu PHK—yang dijadikan PT RAPP sebagai dasar penolakan terhadap kebijakan merevisi RKU dan menjadikan ekosistem gambut dalam area kerjanya menjadi fungsi lindung—seharusnya bisa diselesaikan dengan baik.

“Setelah pencabutan izin, distribusi eks-wilayah konsesi bisa disebar kepada buruh dan rakyat lainnya yang sudah mengalami konflik panjang dengan PT RAPP. Mengenai tata kelolanya tentu harus diatur tidak monokultur dan sesuai dengan kesesuaian ekosistem gambut,” kata Even Sembiring.

Tindakan PT RAPP yang berani menentang kebijakan pemerintah dengan menggugat keputusan Menteri LHK ke PTUN adalah bukti bahwa PT RAPP hingga saat ini belum menunjukkan langkah-langkah yang konkret untuk menjalankan kewajiban hukumnya dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan serta melindungi ekosistem di Riau.

“PT RAPP dan April Grup berkontribusi besar atas meninggalnya lima warga Riau pada 2015 akibat polusi asap pembakaran hutan. Berapa lagi nyawa warga Riau akan dibunuh oleh polusi asap korporasi?” Pungkasnya.

(Reporter: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka