Tanjungpinang, aktual.com – Penyidik Polres Tanjungpinang menetapkan BJ, Ketua Partai Nasdem Tanjungpinang, Kepulauan Riau, sebagai tersangka kasus diskriminasi ras dan etnis.

Kepala Satreskrim Polres Tanjungpinang AKP Efendri Alie, di Tanjungpinang, Kamis (22/8), mengatakan penetapan BJ sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi pelapor dan terlapor, termasuk saksi ahli, dan pengumpulan barang bukti.

Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik berkeyakinan dua alat bukti dalam perkara BJ sudah terpenuhi sehingga statusnya dari saksi naik menjadi tersangka.

Dalam waktu dekat ini, kata dia, penyidik akan meminta keterangan kepada tersangka.

“Kami akan meminta keterangan kepada tersangka,” tegasnya.

Terkait perdamaian antara BJ dan pelapor, Efendri menegaskan kasus tersebut bukan delik aduan, melainkan pidana murni yang diatur dalam undang-undang khusus tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

BJ harus berurusan dengan pihak yang berwajib setelah Raja Mansyur Razak, yang mewakili empat Lembaga Swadaya Masyarakat, melaporkannya ke Polres Tangjungpinang pada Selasa (11/6), dengan tuduhan melanggar UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Empat LSM itu yakni LSM Gagak Hitam, Cindai, Zuriat Kerabat Kerajaan Lingga, dan Garda Fisabilillah.

BJ yang berpotensi duduk di kursi DPRD Kepri berdasarkan hasil rekapitulasi suara pada Pemilu 2019 itu pun mengklarifikasi pernyataannya baik melalui media massa maupun media sosial.

BJ mengaku diundang sebagai tokoh masyarakat pada acara Sembahyang Keselamatan Laut di Pelantar II tersebut. BJ menggunakan Bahasa China karena dalam acara internal etnis Tionghoa.

“Jadi, biasanya setiap tahun, saat sembahyang keselamatan juga selalu diadakan lomba perahu naga atau Dragon Boat Race, namun tahun ini kata panitia tidak dilakukan. Alasannya, tidak ada dana. Mendengar hal itu saya merasa masalah ini harus dikomunikasikan,” kata BJ, yang juga mantan Ketua DPRD Tanjungpinang.

BJ mengatakan dalam acara itu ia juga mengarahkan agar sesama etnis Tionghoa harus saling membantu kelenteng karena merupakan tempat ibadah.

“Kemudian tentang lomba perahu naga di Pelantar II menurut saya adalah tradisi sejak lama yang harus terus dilestarikan. Saya sendiri sejak kecil sangat senang melihat lomba itu,” katanya.

Menurut kepercayaan etnis Tionghoa dan yang beragama Buddha, lomba perahu naga ini adalah tradisi budaya menolak bala, sehingga sejalan dengan sembahyang keselamatan. “Oleh karena itu, saya menyampaikan sangat sayang jika tahun ini lomba perahu naga tidak dilaksanakan,” katanya.

Ia menyatakan tuduhan rasis kepada dirinya karena menyebutkan sesama suku Tionghoa harus saling membantu, itu adalah kesalahpahaman. Pernyataan itu, menurut dia, untuk memotivasi masyarakat untuk turut melestarikan budaya lomba perahu naga di Pelantar II yang sudah menjadi tradisi tetap lestari.

“Oleh karena itulah guna memilih wakil rakyat dari etnis Tionghoa supaya bisa membantu memperjuangkan aspirasi masyarakat salah satunya melestarikan budaya yang sudah dilaksanakan sejak lama supaya tetap terus dilaksanakan tiap tahun. Jadi, tidak ada sedikitpun niat saya untuk rasis seperti di postingan itu,” katanya.

Namun, BJ tetap menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat luas yang merasa tidak nyaman dengan sebutan di video tersebut.

“Sebagai manusia biasa saya tentu tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan, karena jujur dari hati paling dalam saya tidak bermaksud untuk mendiskreditkan pihak mana pun. Saya tahu betul semua ras di Tanjungpinang adalah saudara saya yang sudah saling kenal sejak kecil,” katanya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin