Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja (tengah) meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (16/5). Ariesman diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap di DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara dan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta tahun 2015-2035. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi berupa uang sejumlah Rp2 miliar.

Suap yang diberikan Ariesman dalam dua tahap masing-masing Rp1 miliar itu bertujuan agar Sanusi mempercepat proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (TRKS).

“Serta mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan terdakwa selaku Presdir Agung Podomoro dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan reklamasi Pantura Jakarta,” papar Jaksa KPK Ali Fikri, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/6).

Praktik suap antara Ariesman dan Sanusi berawal dari adanya penerbitan surat Gubernur DKI Nomor 1291/-1.794.2 pada 21 September 2012 tentang persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau G, yang kemudian diteruskan dengan surat dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Plt Gubernur DKI Nomor 542/-1.794.2 pada 10 Juni 2014 perihal Perpanjangan Izin Prinsip Reklamasi Pulau G atas nama PT Muara Wisesa Samudra.

Menurut Jaksa KPK, perpanjangan surat persetujuan prinsip Pulau G diterbitkan setelah gelaran rapat antara Ahok dengan Ariesman dan Liem David Halim pada 18 Maret 2014. Dimana, dalam rapat tersebut ketiganya membahas soal kewajiban tambahan pengembang reklamasi Pantura Jakarta.

“Membahas mengenaik kewajiban tambahan yang akan dikenakan kepada penerima Persetujuan Prinsip Reklamasi Pantura Jakarta, akan diperhitungkan sebagai kewajiban tambahan atas pemberian Persetujuan dan Izin Pelaksanaan Reklamasi yang besarnya akan diperhitungkan sesuai formulasi yang akan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta,” terang Jaksa Fikri.

Menjelang akhir 2014, Ahok kemudian menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014 tanggal pada 23 Desember, tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa.

Untuk bisa melegalisasi pelaksanaan reklamasi, PT Muara, selaku anak perusahaan Agung Podomoro, dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup, yang telah mendapatkan izin reklamasi melalui Kepgub Nomor 1491/2010, membutuhkan adanya Perda tentang TRKS Pantura Jakarta, sebagai dasar hukum.

“Kemudian Basuki T Purnama mengirimkan surat Nomo 4131/-075.61 pada 16 November 2015 kepada Ketua DPRD DKI perihal usulan pembahasan Raperda tentang TRKS Pantura Jakarta,” tutur Jaksa Muh Asri Irawan.

Adanya usulan pembahasan Raperda itu kemudian disambut Ariesman dengan memerintahkan pegawai Agung Podomoro, Trinanda Prihantoro untuk mengakomodir kepentingan pengembang antara lain PT Muara dan PT Kapuk, supaya nantinya tertuang dalam Perda TRKS Pantura Jakarta.

“Pertengahan Desember 2015, bertempat di Taman Golf Timur II/11-12 Pantai Indah Kapuk Jakarta, Mohamad Taufik selaku Wakil Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Balegda DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI, Mohamad Sangaji selaku anggota Balegda DPRD DKI dan Selamat Nurdin selaku Ketua fraksi PKS DPRD DKI, melakukan pertemuan dengan Sugianto Kusuma alias Aguan selaku pendiri Agung Sedayu dan terdakwa (Ariesman) membahas percepatann pengesahan Raperda TRKS Pantura Jakarta,” beber Jaksa Asri.

Menindaklanjuti pertemuan itu, Ariesman kemudian mengarahkan Trinanda untuk berkoordinasi dengan Sanusi, guna menyampaikan masukan pada draft Raperda TRKS Pantura Jakarta sesuai kepentingan Agung Podomoro.

“Mengatur, Pasal 116 ayat 6, sistem pengenaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 (dalam Raperda TRKS) terdiri dari, kewajiban, kontribusi dan tambahan kontribusi. Pasal 116 ayat 11, tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat 10 dihitung sebesar 15 persenn dari nilai NJOP lahan yang dapat dijual,” ujar Jaksa Zainal Abidin.

Selanjutnya, pada Februari 2016, Ariesman, Sanusi, Aguan dan Richard Halim Kusuma menggelar pertemuan di kantor Agung Sedayu, di Harco Glodok Mangga Dua. Dalam kesempatan itu, Aguan menyampaikan kepada Sanusi agar menyelesaikan pekerjaannya terkait dengan pembahasan dan pengesahan Raperda TRKS Pantura Jakarta.

Permintaan Aguan itu selanjutnya disampaikan Sanusi saat menghadiri rapat dengan Taufik, Bestari Barus, Tuty Kusumawati selaku Ketua Bappeda DKI dan Saefullah selaku Sekretaris Daerah Pemprov DKI.

“Pada pembahasan mengenai tambahan kontribusi, beberapa anggota Balegda DPRD DKI antara lain Sanusi, menginginkan tambahan kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam Raperda,” ucap Jaksa Fikri.

Mengenai usulan Sanusi itu, kemudian Tuty melaporkannya kepada Ahok, dan Ahok pun menyetujui tambahan kontribusi 15 persen itu diatur selengkapnya dalam Pergub.

Selanjutnya pada 24 Februari, Ariesman meminta Trinanda untuk menghubungi Sanusi dan mengatur pertemuan antara Ariesman dengan Sanusi di Cafe Paul, Plaza Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Ariesman menanyakan perkembangan pembahasan Raperda TRKS Pantura Jakarta.

“Dijawab oleh Sanusi ‘masih dibahas’, kemudian terdakwa (Ariesman) mengatakan ‘jangan lama-lama, tolong dibantuin biar membahasnya cepat’,” papar Jaksa Fikri menirukan percakapan Ariesman dan Sanusi.

Selanjuta, terjadi lagi pertemuan di kantor Agung Sedayu antara Aguan, Richard, Ariesman dan Sanusi. Dalam pertemuan itu, Ariesman meminta Sanusi untuk mendorong DPRD agar mengubah pasal dalam Raperda TRKS Pantura Jakarta mengenai tambahan kontribusi 15 persen dihilangkan.

“Yang kemudian dijawab Sanusi, hal tersebut tidak bisa dihilangkan, namun diatur dalam Pergub,” ungkap Jaksa.

Penolakan itu pun disambut Ariesman dengan menemui Sanusi di Avenue Kemang Village. Dalam pertemuan itu, Ariesman meminta agar pasal tambahan kontribusi 15 persen dimasukkan dalam pasal penjelasan, dengan menggunakan konversi kewajiban 5 persen.

Hal itu diminta Ariesman agar jelas nantinya nilai NJOP mana yang akan digunakan oleh Pemprov kepada pengembang. Dan hal itu disetujui oleh Sanusi.

“Dalam pertemuan tersebut Ariesman menyatakan bahwa tambahan kontribusi 15 persen terlalu berat dan menjanjikan akan memberikan uang sejumlah Rp2,5 miliar,” jelas Jaksa.

Hal itu ditindaklanjuti dengan adanya perubahan dalam draft Raperda TRKS Pantura Jakarta yang terakhir. Dimana, ada perubahan mengenai penjelasan tambahan kontribusi, yang semula tercantum dalam Pasal 111 ayat 5 huruf c berbunyi ‘cukup jelas’.

“Menjadi ketentuan Pasal 111 ayat 5 dalam draf Raperda akhir dengan kalimat penjelasan, ‘yang dimaksud dengan kewajiban tambahan yang disepakati dalam perjanjian kerjasama antara Pemda dan pemegang Izin Reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi,” papar Jaksa Fikri.

Perubahan pasal penjelasan ini menunjukan bahwa kepentingan PT Muara dan PT Kapuk telah terpenuhi. Akhirnya, pada 16 Maret 2016, Sanusi menghubungi Trinanda memberitahukan bahwa permintaan pengembang sudah diakomodir.

Selanjutnya Sanusi menanyakan uang kepada Trinanda yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh Ariesman.‬

‪”Terus, eh, ee Nda lu bilang sama aa Bos sama si bapak, kalo bisa hari minggu gua ambil lima Nda,” yang dijawab oleh Trinanda “Ya udah boleh ntar saya omongin,” tutur Jaksa menirukan ucapan keduanya.‬

‪Kemudian pada 28 Maret 2016, Sanusi mengutus ajudannya Gerry Prasetia untuk meminta ‘jatahnya’ kepada Trinanda. Setelah diinformasikan kepada Ariesman, Trinanda menghubungi Gerry untuk datang ke Central Park, Agung Podomoro Land Tower lantai 46.

Mengetahui kedatangan Gerry, Ariesman langsung memerintahkan Berlian Kurniawati dan Catherine Lidya menyiapkan uang Rp1 miliar.‬

‪”Selanjutnya Berlian memanggil Trinanda dan menyerahkan uang Rp1 miliar yang sudah dimasukkan ke dalam tas laptop warna hitam. Kemudian Trinanda menyerahkan kepada Gerry untuk disampaikan kepada Sanusi,” terang Jaksa Zainal.‬

‪Sanusi kemudian, memerintahkan Gerry untuk aktif meminta tambahan uang yang telah dijanjikan Ariesman. Akhirnya pada 31 Maret 2016, Trinanda mengabarkan Gerry bahwa uang tersebut sudah bisa diambil di kantor Agung Podomoro.

Gerry kembali diajak ke lantai 46 APL Tower. Di sana Trinanda kembali menyerahkan uang Rp1 miliar kepada Gerry untuk diserahkan kepada Sanusi.‬

‪Usai menerima Rp1 miliar yang dimasukan ke tas ransel, Gerry kemudian menemui Sanusi di FX Mall Senayan, yang datang dengan menggunakan mobil Jaguar warna hitam nomor polisi B 123 RX.

Usai menerima uang tersebut, Sanusi lantas pergi, namun tak lama berselang, tepat di depan Hotel Atlet Century, petugas KPK menghentikan mobil tersebut.‬

‪”Beberapa saat kemudian sekira pukul 19.00 WIB Trinanda juga ditangkap KPK. Sedangkan keesokan harinya pada 1 April 2016, terdakwa menyerahkan diri ke kantor KPK,” tutup Jaksa Zainal.‬

‪Perbuatan terdakwa Ariesman telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Laporan: Zhacky

Artikel ini ditulis oleh: