Depok, Aktual.com – Polemik rangkap jabatan Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Komaruddin Hidayat kembali mendapat sorotan, kali ini dari Lembaga Studi Antikorupsi (LSAK). Selain melanggar statuta, Rektor yang merangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN itu dinilai LSAK cacat moral, tidak mencerminkan semangat akademis dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Peneliti LSAK, Ili Sadeli mengatakan pihaknya telah melakukan kajian dan analisa seiring dengan telah beroperasinya kampus UIII yang berlokasi di Cimanggis Depok tersebut. LSAK menilai ada banyak catatan terkait pelanggaran statuta UIII diantaranya soal rangkap jabatan rektor dan kriteria dua wakil rektor yang tidak memenuhi syarat bergelar profesor seperti yang tertera dalam statuta.

“Pertama, dalam soal rangkap jabatan, Rektor UIII yang menjadi Komisaris Bank BUMN itu jelas melanggar statuta dimana pada Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2019 tentang UIII sangat jelas Rektor UIII tidak boleh memegang jabatan di BUMN/BUMD/Perusahaan Swasta,” kata Peneliti LSAK, Ili Sadeli dalam keterangan tertulisnya, ditulis Minggu (26/6).

Ili membandingkan rangkap jabatan yang juga pernah terjadi terhadap rektor Universitas Indonesia (UI). “Sebelumnya kita tahu ada rektor Universitas Indonesia (UI) yang juga rangkap jabatan tetapi mundur dari komisaris. Tapi kenapa Rektor UIII tidak? Kalau saat itu alasannya transisi atau perintisan, justru UIII sekarang sudah beroperasi sehingga sebagai kampus baru butuh kepemimpinan yang totalitas agar cepat berkiprah dan berkontribusi tidak hanya bagi Indonesia tapi juga dunia,” tegas Ili.

Sebagai informasi, Rektor UIII juga melanggar Statuta UIII dengan mengangkat dua wakil rektor, yaitu bidang akademik dan bidang keuangan yang belum professor. Dalam Pasal 39, ayat 2 c Statuta UIII juga tercantum jelas untuk jabatan Wakil Rektor harus memenuhi persyaratan salah satunya adalah lulusan program doktor dan memiliki jabatan fungsional professor.

“Pelanggaran ini tentunya mengakibatkan berpotensi ada penyalahgunaan keuangan negara untuk membayar tunjangan rektor dan warek, lebih dari 1 Milyar,” terang Ili.

Ili menerangkan saat ini selain gaji pokok, pimpinan dan pejabat di UIII juga mendapatkan remunerasi (tunjangan jabatan struktural) sebesar dua kali lipat gaji Rp.22.500.000,-/bulan untuk Rektor yakni sebesar Rp44.500.000,-/bulan dan Rp.40,000,000,-/bulan tunjangan untuk wakil rektor yang juga dua kali lipat dari gaji Rp.20,000,000,-/bulan.

“Kami melihat ada potensi kerugian negara dari manajemen dan tata kelola UIII saat ini. Artinya ini kan jelas melanggar statuta tapi mereka menerima gaji dan tunjangan selama tersebut,” terang Ili.

LSAK juga menyoroti soal kinerja kepemimpinan UIII kaitannya dengan jumlah mahasiswa yang masih sedikit (100-an) termasuk kiprahnya yang belum dirasakan betul manfaatnya oleh warga sekitar “Semestinya sebagai seorang akademisi dan intelektual, Rektor malu dong meminta tunjangan jabatan itu. Moralnya dimana?,” tanya Ili.

*Setali tiga uang jika mengukur pada kinerjanya, Ili juga menyebut sebagai kampus internasional yang digadang-gadang menjadi pusat peradaban Islam dunia sampai saat ini jumlah penelitian masih sangat minim termasuk kerjasama baik nasional maupun internasional.

Terakhir, LSAK juga mencatat adanya item pemeliharaan gedung, padahal hingga saat ini belum ada serah terima Gedung dari pihak Kementerian PUPR kepada pihak UIII. “Berdasarkan analisa dan kajian kami, ini banyak potensi kerugian negara dari tata kelola atau manajemen UIII,” pungkas Ili.