Jakarta, Aktual.com — Badan Legislasi (Baleg) DPR berencana membahas Revisi Undang-undang KPK dengan mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk rapat dengar pendapat umum (RDPU). Pasalnya, Fraksi PDIP sebagai pengusul telah menyodorkan draf revisi undang-undang tersebut ke Baleg.

“Ya, dalam rapat harmonisasi tadi, Fraksi PDI Perjuangan menyodorkan draf revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di badan legislasi (Baleg) DPR hari ini,” ujar Risa Mariska, saat harmonisasi RUU KPK di Baleg DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/2).

Sebagai pengusul, Anggota Fraksi PDIP menyampaikan empat poin untuk dimasukkan dalam RUU KPK tersebut.

‎Pertama, menyangkut penyadapan. Kewenangan KPK untuk menyadap tidak akan dikurangi. Hanya saja, kata dia, perlu administrasi lebih teratur untuk melakukan penyadapan dengan mendapat izin terlebih dahulu dari dewan pengawas. Hal tersebut sudah melalui dengar pendapat dari sejumlah elemen lembaga maupun masyarakat.

“Kita hanya memperkuat fungsinya supaya administrasi nggak masalah. Jadi, prinsipnya bukan untuk melemahkan mereka (KPK),” katanya.

Kedua, soal pembentukan dewan pengawas KPK. F-PDIP mengusulkan agar nantinya dewan pengawas fokus di ranah etik. Namun, tergantung pada usulan atau masukan yang berkembang nantinya. Yang pasti, dewan pengawas harus sesuai dengan KUHAP.

‎Ketiga, lanjut Anggota Komisi III itu, terkait penyelidik dan penyidik. Penyelidik pada KPK‎ diatur dalam pasal 43, pasal 43A, dan 43B‎ dikatakan bahwa berasal dari Polri yang diperbantukan pada KPK dengan masa tugas minimal 2 tahun.

Sementara, sambung Risa, penyidik pada KPK merupakan penyidik yang diperbantukan dari Polri, Kejaksaan RI, dan penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan masa tugas minimal 2 tahun sesuai ‎pasal 45, pasal 45A, dan pasal 45B. ‎Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyelidik dan penyidik KPK.‎

Poin terakhir yakni terkait kewenangan KPK mengeluarkan surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dalam perkara tindak pidana korupsi.‎ Khususnya, terhadap seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka tetapi dia sakit atau meninggal dunia.

“Tidak diberikan serta merta dengan semua kasus, tapi atas dasar kemanusiaan kita berikan kepada tersangka‎ yang lagi sakit atau meninggal seperti stroke. Ini kondisi-kondisi yang seperti ini harus diperbaiki,” jelas Risa.

Artikel ini ditulis oleh: