Jakarta, Aktual.com — Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi melihat ada upaya penyelewengan dana pungutan energi dari penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, pungutan tersebut bisa dikatakan pungutan liar (Pungli).
“Dalam UU Energi disebut ‘depletion premium’, bukan untuk memungut dana masyarakat dengan alasan dana ketahanan energi. Pungutan dana ketahanan energi dimaksud bisa dikatakan sebagai pungutan liar,” ujar Tulus kata Tulus Abadi dalam diskusi di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (29/12).
Dana Ketahanan Energi (DKE) yang akan dipungut berpotensi untuk disalahgunakan, untuk kepentingan kebijakan non-energi atau bahkan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ketahanan energi, karena kelembagaan yang mengelola dana yang dipungut tersebut tidak jelas.
“Kalau nanti disatukan dengan dana APBN secara umum, maka potensi penyalahgunaannya sangat besar, selain itu roadmap tentang ketahanan energi yang dimaksud pemerintah juga belum jelas, bahkan mungkin tidak ada,” tuturnya.
Lebih lanjut Tulus menjelaskan, dalam melakukan disinsentif terhadap energi fosil, seharusnya baru bisa diterapkan jika masyarakat sudah ada pilihan untuk menggunakan energi non fosil (energi baru terbarukan).
Oleh karena itu YLKI menuntut sebelum ada kejelasan hukum, maka pungutan dana ketahanan energi harus dibatalkan.
“Jangan bebani masyarakat dengan kebijakan yang belum jelas juntrungannya,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka