Jakarta, Aktual.com – “Kalau Juni pada akhir masa sidang belum selesai saya akan keluarkan Perppu,”. gitulah bunyi ultimatum Presiden Joko Widodo kepada DPR agar segera menyelesaikan revisi UU nomor 5 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Jokowi merasa payung hukum soal problematika terorisme harus segera ada. “Saya meminta DPR dan kementerian terkait yang berhubungan dengan revisi UU Tindak Pidana Terorisme yang sudah kami ajukan Februari 2016 untuk segera diselesaikan secepatnya dalam masa sidang berikut 18 Mei,” kata Jokowi.

Percepatan pembahasan RUU tersebut memang tidak lepas dari serangkaian aksi teror yang menerpa Indonesia belakangan ini. Mulai dari kejadian di Rutan Mako Brimob yang menewaskan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 anti teror, Bom di Surabaya hingga yang terbaru yakni penyerangan di Markas Polda Riau.

Pengakuan akan percepatan itu sebagaimana disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Peristiwa yang di Jakarta dan Surabaya menjadi pendorong tuntutan,” kata JK

DEJAVU

Jika menilik kebelakangan keberadaan RUU tersebut memang tidak lepas dari dimulai terlebih dahulu aksi terorisme.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyad Mbai menjadi tokoh pertama yang mewacanakan perubahan UU 15/2003.Ia meminta pemerintah dan DPR agar segera merevisi UU tersebut. Alasannya, agar ada aturan supaya Kepolisian dan lembaga berwenangan lain dapat menditeksi dini sebelum teror terjadi. Namun saat itu ditolak.

14 Januari 2016 aksi koboi pelaku teroris meguncang ibu kota. Serangan pertama kali terjadi sekitar pukul 10.40 WIB dimulai dengan sebuah ledakan yang terjadi di tempat parkir menara cakrawala, tepat di depan gerai Starbucks persimpangan Sarinah. Hanya selang berapa menit tiga ledakan berikutnya menyerang sebuah pos polisi tepat di persimpangan Sarinah. Setelahnya terjadi aksi tembak-menembak antara pelaku dengan anggota polisi.

Tercatat terdapat empat pelaku tewas dan tiga korban warga Indonesia, dan satu korban warga negara asing.

Pasca satu bulan setelah tragedi tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyerahkan draft revisi UU tersebut pada 21 Januari 2016. Saat itu pemerintah berharap DPR segera mensahkan dengan alasan guna mempercepat terbentuknya payung hukum bagi penanggulangan terorisme, khususnya pada pencegahan.

Saat itu pun Pemerintah memberi ultimatum dua kali masa sidang RUU sudah bisa diterapkan. Namun kenyataannya Daftar Inventarisir Masalah (DIM) perubahan UU tersebut, baru rampung dan diserahkan DPR setelah berkal-kali masa sidang. Draft itu baru diserahkan pemerintah yang diwakili Yasonna dan Kadiv Hukum Polri Irjen Pol Raja Erizman pada 14 Desember 2016. DIM sendiri terdiri dari 112 nomor yang disepakati dibahas pasal per pasal oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme dengan fokus pada penindakan, pencegahan dan penanganan korban terorisme.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby