Jakarta, Aktual.com – Ahli hukum administrasi yang dihadirkan Menteri Hukum dan HAM selaku Tergugat dalam sidang lanjutan gugatan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia di Pengadilan Tata Usaha Negara, menjelaskan dasar hukum pemerintah mencabut badan hukum organisasi tersebut.

“Kalau dikaitkan dengan tindakan pemerintah (Menkumham), maka pejabat yang menerbitkan suatu keputusan berwenang mencabut kembali keputusan tersebut, baik dalam rangka koreksi maupun penerapan sanksi administrasi,” kata ahli hukum administrasi Dr. Philipus Mandiri Hadjon, SH dalam sidang PTUN Jakarta, Kamis (15/3).

Sebelumnya pemerintah melalui Menkumham mencabut badan hukum HTI sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan HTI.

Philipus mengatakan sanksi administratif itu dapat berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan badan hukum.

Philipus mengatakan karakter penerapan sanksi administrasi memang berbeda dengan penerapan sanksi pidana. Penerapan sanksi administrasi ditujukan untuk perbuatan, sedangkan sanksi pidana ditujukan untuk pelaku.

“Sanksi administrasi tujuannya mengakhiri pelanggaran, maka dilakukan tanpa melalui putusan pengadilan, dan pihak yang merasa dirugikan boleh menggugat,” ujar Philipus.

Lebih jauh dia menekankan bahwa sebuah perkumpulan yang terdaftar badan hukumnya tentu harus memenuhi persyaratan. Syarat paling mendasar yakni adanya anggaran dasar sesuai dengan peraturan hukum berlaku.

Tim kuasa hukum Menkumham lalu menanyakan kepada Philipus, apakah suatu perkumpulan dapat dicabut badan hukumnya, manakala anggaran dasarnya sesuai Pancasila, namun dalam praktiknya bertentangan dengan anggaran dasarnya itu.

Philipus menjawab, hal ini kembali lagi bahwa negara Indonesia berlandaskan UUD 1945 sebagai dasar tingkah laku masyarakat, baik pribadi maupun badan hukum harus sesuai dengan Pancasila.

“Tidak ada yang boleh bertindak berlawanan Pancasila,” kata dia.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: