JAKARTA, AKTUAL.COM- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani berharap agar partai-partai politik yang ada dapat mandiri dengan mengedepankan nilai-nilai gotong royong yang berasal dari para kader dibandingkan hanya mengandalkan dana bantuan dari pemerintah untuk menghidupi dirinya sendiri, termasuk didalamnya untuk melakukan pengkaderan.
Demikian disampaikan Puan pada acara Seminar Nasional bertajuk Menata Ulang Dana Politik di Indonesia yang digagas oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, di Jakarta, Senin (25/7).

Lebih lanjut Puan mengatakan, kini partai politik yang lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold pada Pemilu Legislatif 2014 yang lalu, memperoleh bantuan dari pemerintah sesuai dengan jumlah pemilih pada saat itu, dengan besaran Rp 108 per pemilih.

Ironisnya kata Puan masyarakat pun masih berpandangan negatif dengan kinerja parpol dalam menggalang dana dan begitu pula cara pengelolaannya. Hal itu terjadi kata dia, tidak terlepas dari kurang transparannya parpol dalam hal mengelola keuangan yang dimilikinya.

Faktor lain, lanjut Puan, sistem pemilihan legislatif (pileg) yang ada pun memaksa para kader yang maju pada pileg, bersaing dengan menggunakan cara=cara yang tidak sehat. Otomatis, calon legislatif atau caleg berfinansial besar mampu memenangkan pertandingan dengan mengalahkan calon lain yang memiliki dana yang minim, padahal mereka lebih berkompeten dan berkualitas.

“Ini mengakibatkan adanya kanibalisme politik di internal partai politik,” ungkap Puan.

Praktik seperti ini tambah Puan terjadi pada pileg baik di tingkat pusat, provinsi atau pun kabupaten atau kota.

Kini kata Puan, yang menjadi tantangan partai politik adalah bagaimana mereka dapat memecahkan persoalan yang berhubungan dengan penggalangan dana. Tentu saja menggunakan cara-cara yang sesuai hukum yang berlaku.

Solusi tersebut, kata Puan salah satunya dengan cara menghimpun dana parpol melalui cara-cara gotong royong. Sebab, efektivitas gotong royong tidak hanya untuk urusan partai, tetapi juga lainnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota IV BPK Rizal Djalil menilai penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial yang dilakukan parpol, dipicu oleh kurangnya dana parpol untuk membiayai dirinya sendiri. Sementara, bantuan keuangan dari pemerintah kepada partai politik tidak mencukupi, begitu pula dengan pertanggung-jawaban yang diberikan parpol tidak akuntabel.

Dengan demikian, Rizal berpendapat pendanaan politik sudah semestinya diatur dalam Undang-undang Parpol. “Pendidikan politik harus ditanggung oleh negara,” tegas dia, sembari mengatakan negara wajib memperhatikan biaya operasional dan membantu pada saat kampanye pileg dan pilpres.

“BPK ini punya data seabrek-abrek mengenai republik ini. Data apa saja ada di sini. Apakah kita akan berpura-pura seperti itu terus? Sekarang marilah kita melihat ke depan, kita mereview semua regulasi kita,” sesal Rizal.

Dilain sisi, sambung Rizal, banyak regulasi yang dibuat tidak komprehensif. Kenyataan tersebut didapat ketika dirinya menjadi anggota DPR.

Rizal mengungkapkan hampir 40 persen gajinya ditarik oleh partai politik. “Benar bahwa sumber dana itu dari iuran anggota.” Sumber kedua adalah sumbangan. Hal itu melahirkan partai dengan istilah partai hamba Allah. Pasalnya (ada orang) menyumbang dengan tanpa nama. “Apakah kita mesti berpura-pura seperti ini?”, cetus dia.

Oleh sebab itu, Rizal mengatakan pembuatan standar laporan pertanggungjawaban partai politik harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Hal ini bertujuan agar partai politik yang ada lebih akuntabel.

Demikian pula dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rizal berpendapat DPR dapat berinisiatif menyusun aturan pembuatan standar pelaporan keuangan yang akuntabel. Pasalnya, perubahan partai politik adalah salah satu kewenangan yang dimiliki DPR. “Kami hanya fasilitator saja. Saya ingin semua orang yang mampu dan berkualitas menjadi anggota parlemen.” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs