Jakarta, aktual.com – Sengketa lahan di Karet Kuningan, Jakarta Selatan, antara pemerintah dan ahli waris Mora Cs, telah mencapai keputusan hukum yang inkracht melalui Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan Putusan MA Nomor 64 PK/Pdt/2007 jo. Nomor 611 K/Pdt/2004 juncto Nomor 245/Pdt/2003/PT.DKI juncto Nomor 523/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Sel, pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi atas lahan milik ahli waris seluas 132 hektar yang sebelumnya diambil dengan janji kompensasi.
Namun, hingga kini permasalahan tersebut belum juga diselesaikan oleh pemerintah. Direktur Eksekutif Indonesia Anti Corruption Society (IACS), Ardi Yanto Hafiz, menyatakan akan mendorong pemerintah untuk menyelesaikan sengketa ini dalam 100 hari pertama masa kerja Presiden Prabowo Subianto.
“Penegakan hukum dan pelanggaran HAM yang berlarut-larut tidak diselesaikan oleh pemerintah, dan ahli waris berharap masalah ini dapat diselesaikan oleh Presiden Prabowo dalam 100 hari kerjanya,” ujarnya, Selasa (3/12).
Sebelumnya, Upaya panjang para ahli waris Alm. Moaro dalam memperoleh ganti rugi atas tanah eks Eigendom Verponding No. 7267 di Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, kembali menemui hambatan. Padahal, pemerintah melalui Menkopolhukam telah mengeluarkan Surat No. B-1777/HK.02.01/06/2023 tertanggal 9 Juni 2023 yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kemenkeu untuk menindaklanjuti putusan pengadilan yang telah inkrah, yaitu:
1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 523/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel tanggal 14 November 2002.
2. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 245/Pdt/2003/PT.DKI tanggal 11 September 2003.
3. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 611 K/Pdt/2004 tanggal 25 Oktober 2005.
4. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 64-PK/PDT/2007.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Anti Corruption Society (IACS), Ardi Yanto Hafiz sekaligus paralegal di kantor hukum RM Wahjoe A. Setiadi & Partners.
Pada Rabu, (9/8/2023), Wahjoe A. Setiadi selaku kuasa hukum ahli waris, Haji Anshory sebagai Ketua Ahli Waris, dan tim mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Mereka diterima oleh Pangihutan Siagian, SH, Legal Officer Kemenkeu. Dalam diskusi, mereka tidak menemukan titik terang mengenai pihak yang bertanggung jawab melaksanakan putusan Mahkamah Agung tersebut. Kemenkeu menyatakan bahwa tanggung jawab tersebut berada di Kementerian ATR/BPN.
“Seharusnya pelaksana putusan tersebut adalah Kementerian ATR/BPN, yang menganggarkan dana tersebut, dan kami yang akan membayarkannya kepada ahli waris,” ujar Pangihutan Siagian kepada Wahjoe A. Setiadi dan tim.
Ardiyanto menjelaskan bahwa pada Jumat, (23/6/2023), pihak Law Firm RM Wahjoe A. Setiadi & Partners mendatangi Kemenkeu untuk menanyakan tindak lanjut atas surat Menkopolhukam. Namun, mereka menemukan bahwa surat tersebut belum diterima Kemenkeu karena adanya kelalaian staf Kemenkopolhukam. Pada Senin, (26/6/2023), tim melakukan klarifikasi langsung ke Kemenkopolhukam mengenai surat yang belum dikirim tersebut.
“Ternyata surat tersebut belum dikirim ke Kemenkeu dengan alasan kelalaian staf Kemenkopolhukam RI,” jelasnya.
Pada Senin, (3/7/2023), tim kembali mendatangi Kemenkeu untuk menanyakan perkembangan surat tersebut. Pihak Humas Kemenkeu menyampaikan bahwa surat tersebut telah diteruskan ke Bidang Advokasi Kemenkeu. Hingga beberapa kali kunjungan berikutnya pada 10, 17, dan 24 Juli 2023, jawaban yang diperoleh tetap sama: surat masih berada di Bidang Advokasi Kemenkeu tanpa ada perkembangan lebih lanjut.
Menurut Ardiyanto, Mahfud MD selaku Menkopolhukam menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah menugaskannya untuk mengoordinasikan pembayaran utang pemerintah kepada rakyat berdasarkan putusan hukum yang telah inkrah.
“Permasalahan hukum ahli waris ini sebelumnya sudah diverifikasi oleh Menkopolhukam, Ombudsman, dan Komnas HAM. Putusan yang dimaksud adalah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 523/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel, Jo Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 245/Pdt/2003/PT.DKI, Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 611 K/Pdt/2004, Jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 64-PK/PDT/2007, mengenai pembayaran ganti rugi utang negara kepada rakyat,” pungkas Ardiyanto.
Hingga saat ini, penyelesaian ganti rugi tanah tersebut masih belum menemukan kejelasan, meskipun telah melewati proses hukum yang panjang dan berbagai upaya mediasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain