Realistis

Lantas apakah mungkin IPK Indonesia pada 2019 menjadi 50 seperti target pemerintah bila pada 2018 berselisih 12 poin, yaitu hanya 38? Mampukah Pemerintah Indonesia melakukan revolusi yaitu perubahan cepat dalam pemberantasan korupsi?

Meski ada sejumlah pihak yang meyakini tak ada yang mustahil di dunia ini, namun perlu juga realistis membuat target IPK hingga menetapkan cara-cara untuk mencapai target tersebut.

Profesor ilmu politik National University of Singapore (NUS) Jon ST Quah dalam tulisannya berjudul “Responses to Corruption in Asian Societies” sebagai salah satu kompilasi di buku Political Corruption memberikan enam pelajaran yang dapat diambil suatu pemerintahan sebagai upaya pemberantasan korupsi di lima entitas Asia, yaitu Singapura, Hong Kong, Mongolia, India dan Filipina.

Pelajaran pertama adalah komitmen dari para pemimpin politik untuk menghadirkan hukum yang sama bagi semua. Tidak ada lagi adagium hukum “tajam ke bawah tapi tumpul ke atas”, semua orang yang terbukti korup harus dihukum.

Kedua, strategi komprehensif adalah kunci. Seluruh bidang harus sama-sama mengunci perilaku korup. Quah bahkan menekankan untuk memperbaharui aturan hukum antikorupsi agar dapat selalu relevan dengan tuntutan zaman seperti yang dilakukan Singapura.

Ketiga, lembaga antikorupsi harus benar-benar antikorupsi. Ada standar tinggi terhadap para pegawai dan diawasi oleh pemimpin politik yang juga terbukti jujur dan tidak korup. Para pegawai lembaga antikorupsi yang terbukti melakukan korupsi harus langsung dipecat.

Artikel ini ditulis oleh: