Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengikuti rapat koordinasi persiapan akhir penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015 di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (6/12/2015). Rakor itu diikuti seluruh unsur penyelenggaraan pilkada diantaranya KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Polri, BIN dan pimpinan-pimpinan partai politik peserta Pilkada 2015.

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menduga aksi Belas Islam III atau aksi lanjutan pada 25 November nanti bukan lagi menuntut kasus penistaan agama yang menyeret Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, naik level menjadi agenda untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, memang tidak ada larangan bagi masyarakat untuk melakukan aksi unjuk rasa. Karena, demonstrasi merupakan hak warga negara di era demokrasi seperti sekarang. Namun, kata dia, jumlah massa jangan lah sebesar aksi 411, bahkan lebih.

“Kalau pun tetap mau demo, sebaiknya jangan lebih besar dari yang lalu agar tidak dicurigai punya agenda untuk menjatuhkan presiden yang sah,” ujar Jimly di Jakarta, Senin (14/11).

Jimly mengaku tidak ikhlas apabila ummat Islam dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan upaya “impeachment” terhadap Presiden Jokowi, sebab tidak sesuai konstitusi.

“Saya sebagai Ketua ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) tidak rela jika ummat Islam terjebak dalam adu domba untuk tujuan yang tidak konstitusional. Saya menganjurkan jangan lagi ada demo, sebab tujuannya berpotensi menyimpang dari motivasinya yang semula,” ungkap dia.

‎Sebelumnya, Sekretariat Bersama Aktivis untuk Indonesia menggelar acara ‘Malam Keprihatinan Anak Negeri’ di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.‎ Acara tersebut bertajuk ‘Selamatkan Demokrasi Lawan Tirani’.

Acara ini diikuti oleh beberapa lapisan aktivis yakni mahasiswa, aktivis 98, aktivis 78/79, eksponen 66, aktivis sosial, aktivis pergerakan, aktivis buruh, dan aktivis lingkungan.

Mantan aktivis Reformasi 1998, Sri Bintang Pamungkas mengaku tidak percaya bahwa Presiden Jokowi meminta Polri mengusut kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara transparan.

Menurut dia, hal ini dilakukan Jokowi lantaran sebatas sandiwara semata sehingga memang harus dilawan. “Tirani ini jangan cuma dilawan, tapi harus dijatuhkan,” kata Sri Bintang, Jumat (11/11), malam.

Ia mencontohkan dua Presiden Republik Indonesia, yakni Soekarno dan Soeharto saja bisa dijatuhkan oleh kekuatan masyarakat. Sehingga, tidak mustahil Presiden Jokowi juga bisa dilakukan hal serupa.

“Masa Jokowi tidak bisa jatuh, Soekarno dan Soeharto saja jatuh,” cetusnya.

Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan