Jakarta, Aktual.com — Terdakwa Yulianus Paonganan alias Ongen telah membacakan eksepsinya dalam sidang ke dua dalam perkara dugaan pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam eksepsinya, Ongen melalui pengacaranya menyebutkan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa terdapat banyak kesalahan prosedur beracara sesuai ketentuan KUHAP alias eror in prosedur.

Hakim pun diminta harus mempelajari eksepsi tersebut, agar tidak keliru dalam mengambil keputusan lantaran bisa berdampak pada proses penegakan hukum di Indonesia.

Eror in prosedur yang terdapat dalam dakwan diantaranya adalah Ongen dituntut di atas 5 tahun, maka wajib didampingi pengacara saat diperiksa oleh penyidik polisi.

Tapi kenyataanya, tidak diperkenankan oleh penyidik sehingga pemeriksaan Ongen tidak didampingi pengacara.

Bahkan, saksi ahli yang diajukan Ongen juga tidak diterima oleh polisi dengan alasan nanti di persidangan, padahal dalam KUHAP sangat jelas tentang hal ini.

Pengamat hukum, Margarito Kamis mengatakan jika itu masuk dalam eror in prosedur, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk tidak mengabulkan eksepsi yang dibacakan Ongen.

“Keharusan Ongen harus didampingi pengacara karena tuntutannya lebih 5 tahun harus dipenuhi, kalau tidak dipenuhi maka pemeriksaan tersebut tidak sah, ini harus jadi catatan hakim untuk menerima eksepsi Ongen,” kata Margarito saat dihubungi, Jumat (29/30).

Saat ditanya jika ditolak oleh Hakim, apakah ini akan menjadi yurisprudensi? Margarito menilai hakim memakai hukum apa? Apakah masih memakai hukum acara UU no 8 tahun 81? Atau hukum lain?

“Saya berkeyakinan eksepsi Ongen ini akan diterima. Tidak mungkin hakim akan memakai hukum di luar yang sudah diatur dalam KUHAP atau UU no 8 tahun 81,” tegasnya.

Margarito berharap hakim kukuh berpegang teguh pada hukum yang berlaku, jangan keluar dari itu. Karena kesalahan ini terang benderang. Jangan kemudian kesalahan ini justru membuat rumit, dan keluar dari jalan yang tersedia dalam UU.

“Jika hakim menolak eksepsi, ini sangat buruk berarti mengiyakan kekeliruan itu, sama saja mengangkangi pasal 1 ayat 3/ pasal 28 j ayat 5 tentang negara ini negara hukum. Hakim harus menghormati harkat martabat manusia dengan cara menghormati prosedur yang diatur dalam UU. Bisa rusak hukum kita jika hakim menolak eksepsi ini,” tandasnya.

Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Tadulako Palu, Prof Zainudin Ali mengatakan hakim harus menerima eksepsi Ongen. Tidak boleh membenarkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyidik polisi dan jaksa.

“Saya minta hakim PN selatan harus netral, katakan benar jika ini benar. Keputusan hakim ini adalah benteng pencari keadilan,” ujar Prof Zainudin Ali.

Putusan hakim nanti dalam sidang bisa jadi yurisprudensi dalam penegakan hukum, jika seandainya hakim menolak eksepsi Ongen maka pelanggaran KUHAP yang dilakukan penyidik dan jaksa bisa dijadikan pembenaran oleh penyidik dan jaksa dalam kasus lain.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby