RJ Lino dan Rizal Ramli (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino membantah adanya penyimpangan dalam proses pengadaan 10 unit mobile crane.

Menurutnya, tidak ada peralihan alat operasional itu ke pelabuhan-pelabuhan cabang perusahaan plat merah tersebut.

Namun pernyataan Lino itu juga sekaligus menyindir Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Rizal Ramli.

“Lihat Tanjung Priok hari ini kayak apa, jangan kira pelabuhan saat ini seperti Pak Rizal Ramli dulu,” kata dia usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim, Jakarta, Rabu (18/11).

Anak buah Menteri BUMN Rini Soemarno itu menjelaskan, pelabuhan Priok sekarang bukanlah pelabuhan seperti yang dipahami Rizal Ramli kala menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid. Dia mengklaim pelabuhan terbesar di Indonesia itu bebas pungli.

Lebih jauh Lino mengatakan terkait pengalihan crane ke Priok, organisasi perusahaan sangat dinamis sehingga sewaktu-waktu dapat berubah. Menurut dia pelabuhan Priok lebih membutuhkan alat derek tersebut ketimbang pelabuhan cabang lainnya.

Seperti diketahui Lino dan Rizal Ramli kerap saling lempar kritik. Ketidakuran keduanya terlihat kala menteri yang akrab dengan istilah kepretnya itu pernah membongkar beton yang menutupi rel kreta di areal PT Pelindo II.

“Padahal kalau bisa masuk kemacetan sepertiganya akan berkurang di tanjung priok,” tegas Rizal, saat berkunjung ke Tanjung Priok, Kamis (10/09/2015). Selain itu, dwelling time juga akan berkurang.

Sementara itu soal pengalihan crane, Lino sudah melontarkan bantahan secara tertulis. Lino mengungkapkan penempatan mobil crane yang tidak sesuai rencana investasi sebagaimana ditanyakan BPK dalam auditnya. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan kebutuhan sejalan dengan perkembangan bisnis perusahaan.

Semula pengadaan 10 mobil crane memang direncanakan untuk cabang Banten, Panjang, Palembang, Jambi, Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan Bengkulu. Dalam perkembangan selanjutnya, ujar Lino, dewan direksi sepakat merelokasi alat tersebut dengan pertimbangan lebih dibutuhkan di Tanjung Priok yang sedang menata pola layanan di tiap terminalnya.

“Jadi, masalah audit BPK ini sebenarnya sudah clear. Hasil audit tidak menyatakan adanya kerugian keuangan negara. BPK hanya merekomendasikan agar dikenakan denda tambahan kepada kontraktor yang mana hal itu sudah kami tindaklanjuti dan jalankan.”

Dia menambahkan, sebelum disita polisi, 10 unit mobile crane tersebut juga sudah beroperasi. Berdasarkan catatan log book dan nota jasa layanan, peralatan tersebut menghasilkan pendapatan Rp 3,7 miliar selama periode April 2014-Juli 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby