Jakarta, Aktual.com – Terkuaknya dugaan suap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar dianggap bukan suatu hal yang ‘wah’. Pasalnya dalam beberapa tahun terakhir, putusan MK terhadap uji materi suatu undang-undang yang menyenggol pemberantasan korupsi seolah kontradiktif.

Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun memiliki empat catatan, hingga ia menyimpulkan bahwasanya MK memang sebuah lembaga yang justru menggemboskan pemberantasan korupsi di Tanah Air.

“Pertama, perluasan objek praperadilan, yang melibatkan penetapan tersangka, penggeledahan dan seterusnya. Itu yang membuat penanganan perkara di KPK jadi terhambat,” sesal Tama, di Jakarta, Jumat (27/1).

Kata dia, imbasnya pun terasa dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengampunan pajak BCA, yang saat ini mandek lantaran Hadi Poernomo berhasil ‘menggagalkan’ upaya KPK. Tak lain penyebabnya ialah putusan praperadilan yang memutuskan bahwa penetapan status tersangka kepada Hadi Poernomo tidak sah.

“Hadi Poernomo sudah jelas implikasinya. KPK sekarang kebingungan mau diapain perkaranya. Karena apa? Proses praperadilan diperluas. Dan itu terjadi tidak hanya di KPK, tetapi juga Kepolisian dan Kejaksaan,” terangnya.

Kedua, putusan MK yang memberikan ruang bagi mantan narapidana untuk mengikuti Pilkada. Padahal, ada aturan yang mengatur kalau bekas narapidana kasus korupsi tidak memiliki akses lagi untuk berpolitik.

Ketiga, larangan jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Putusan ini jelas mengebiri kewenangan jaksa. Jangan menggerus kewenangan lewat revisi UU,” ketusnya.

Terakhir, soal penghapusan frasa ‘dapat’ dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pandangan Tama, putusan ini langsung memberikan implikasi, karena Pasal 3 merupakan salah pasal yang sering dipakai aparat penegak hukum.

“Catatan ICW 2016, dari Januari sampai Juli, ada 75 persen lebih perkara yang ditangani aparat penegak hukum menggunakan Pasal 3,” pungkasnya.

Dengan berbagai putusan ini, Tama secara tegas meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja MK. Bahkan, ia mendesak Jokowi untuk mencopot Ketua MK, Arief Hidayat.

 

Laporan: Zhacky

Artikel ini ditulis oleh: