Dalam menghadapi upaya kriminalisasi yang dihadapi, Salamuddin didampingi oleh Ali Lubis, SH, pengacara muda dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). ACTA sendiri dipimpin oleh advokat muda yang juga mantan aktivis 1998, Habiburokhman, SH.

Haris menyebut tulisan Salamuddin Daeng tentang Freeport, sangat terkait dengan pengetahuannya yang sangat dalam tentang wujud nyata eksploitasi dan penghisapan dari lubang tambang. Sebuah kejahatan kemanusian dan lingkungan hidup terpotret sangat jelas dari lubang tambang.

Salamuddin merupakan aktivis sejak zaman mahasiswa (1998), ketika menjadi aktivis LSM Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Salamuddin Daeng juga telah menerbitkan buku pandangannya yang merupakan hasil penelitiannya tentang eksploitasi di sektor pertambangan. Buku tersebut berjudul “Penjajahan Dari Lubang Tambang”.

Tulisan Salamuddin yang diperkarakan tersebut jelas merupakan sebuah pandangan politik dan kritik terhadap arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam divestasi saham Freeport.

“Ada musang berbulu domba”, bicara berbusa-busa soal nasionalisme untuk menutupi dugaan agenda perampokan oleh oligarki bertopeng nasionalisme dalam isu divestasi saham Freeport. Setelah gagal dalam operasi “papa minta saham”, ternyata ada upaya lain perampokan, yaitu rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport.”