Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan status tersangka kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut di Kementerian Perhubungan, Bobby Reynold Mamahit.

Anak buah Menteri Jonan Ignasius itu jadi tersangka, lantaran diduga melakukan pengaturan lelang dalam proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut di Badan Pengembangan SDM Kemenhub, di Sorong, Papua, 2011.

Namun demikian, hingga saat ini Bobby masih mengemban jabatan sebagai Dirjen. Entah tidak tahu atau memang masih percaya dengan kinerja Bobby, Menteri Jonan sendiri belum mencopot jabatan Dirjen dari pundak Bobby.

Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji mengatakan, jika pihaknya baru akan bersikap tegas setelah status Bobby naik menjadi terdakwa.

“Perihal tersebut, sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) dari kami untuk memberitahukan tentang status terdakwa nantinya kepada instansi terkait,” kata Indriyanto, saat dikonfirmasi, Selasa (10/11).

Saat ini, menurut Indriyanto, KPK tidak punya kewenangan mendesak Menteri Jonan untuk mencopot jabatan Bobby sebagai Dirjen. “Itu sudah pengaturan regulasi UU KPK,” tandasnya.

Dalam kasus korupsi proyek pembangunan BP2IP, PT Hutama Karya melalui General Manager-nya, Budi Rachmat Kurniawan diduga melakukan pengaturan lelang. Pengaturan itu dilakukan dengan mempengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran proyek BP2IP, Bobby Reynold Mamahit dan Djoko Pramono.

Atas pengaturan itu Bobby, yang sekarang menjadi Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub menrima uang sejumlah Rp 480 juta.

Bukan hanya melobi Bobby. Modus korupsi yang dilakukan PT Hutama Karya juga dilakukan dengan membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari proyek tersebut. Padahal HPS seharusnya dibuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain itu, PT Hutama juga membuat laporan fiktif mengenai pengerjaan proyek BP2IP.

Dalam laporan, PT Hutama Karya melalui Budi menulis seluruh pekerjaan telah rampung 100 persen. Namun realitanya, justru terjadi kekurangan pekerjaan untuk mekanikal dan elektrik senilai Rp 1,4 miliar, struktur sebesar Rp 919 juta, arsitektur sebanyak Rp 728 juta. Total kekurangan proyek adalah Rp 3,09 miliar.

Bobby ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Oktober 2015, ketika itu dia sudah menjabat sebagai Dijen Perhubungan Laut. Namun, pada 2011 saat proyek BP2IP ditenderkan, Bobby menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby