Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Dewie Yasin Limpo, tersangka dugaan suap proyek pembangkit listrik di Papua, bersama empat tersangka lainnya, Kamis, 21 Oktober.

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi VII dari fraksi Partai Amanat Nasional Jamaluddin Jafar kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (5/11). Dia akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupeten Deiyai, Papua tahun anggaran 2016.

“Jamaluddin Jafar diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DYL (Dewie Yasin Limpo),” kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Kamis (5/11).

Tak hanya Jamaluddin, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII Rini Koentarti, Kepala Sie Keteknikan Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Ezron MD Tapparan, Pegawai Direktorat Jenderal EBTKE Erick Tadung dan Tenaga Ahli Komisi VII Andi Arif Bahrun.

Jamuliddin pun diketahu sudah tiba di KPK sektiar pukul 10.30 WIB.

Dewie Yasin Limpo ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan oleh petugas KPK di bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada 20 Oktober 2015 lalu. Dewie beserta asistennya Bambang Wahyu Hadi dan sekretaris pribadinya bernama Rinelda Bandaso diduga menerima suap dari pengusaha PT Abdi Bumi Cendrawasih bernama Setiadi dan Kepala Dinas ESDM Deiyai bernama Irenius Adi.

Setiadi dan Irenius ditangkap petugas KPK di satu rumah makan di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara. Suap diberikan untuk memuluskan proyek PLTMH yang bernilai sekitar Rp 50 miliar rupiah agar masuk di APBN 2016. Saat penangkapan ditemukan uang 177.700 dolar Singapura yang merupakan bagian pemberian pertama sebesar 50 persen dari nilai “commitment fee”.

Bambang, menurut KPK berperan aktif seolah-olah mewakili Dewie dengan Rienelda untuk menentukan nilai komitmen sebesar 7 persen dari total proyek. Proyek itu merupakan bagian dari proyek unggulan pemerintah untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang diluncurkan pada 4 Mei lalu.

Dewie, Bambang dan Rinelda disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK juga menjerat Irenius dan Iriadi dengan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Dewie ditahan di rumah Tahanan Pondok Bambu sedangkan Bambang ditahan di rutan Detasemen Polisi Militer Guntur sedangkan Rinelda, Setiadi dan Irenius ditahan di rutan gedung KPK.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu