Jakarta, Aktual.co — Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan karena banyaknya retribusi atau pungutan-pungutan dalam setiap proses di sektor kelautan menjadi salah satu alasan banyak pengusaha perikanan ataupun nelayan memilih untuk melakukan kegiatan yang ilegal dibanding legal karena dinilai lebih cepat.

“Kita berpikir kenapa orang tidak berinvestasi di indonesia, karena mau usaha di darat itu susahnya setengah mati, jadi orang lebih baik nyuri ketimbang resmi,” kata Susi saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait moratorium perizinan kapal ikan di gedung Minabahari, Kementrian Perikanan dan Kelautan, Jakarta, Senin (3/11).

Ia menilai nelayan Indonesia terlalu banyak dibenani pungutan pajak untuk mengurusi berbagai perizinan.

“Di Indonesia baru urus PT pendaftaran bayar, mau investasi, bangun bayar, kalau pakai kontraktor harus bayar 10 persen. Impor mesin, mesinnya masih di beacukai bayar 2,5 persen. Nelayan masuk ke pelalangan ikan mesti bayar retribusi 4 persen, pembeli bayar 2 persen. Itu bukan pungli tapi resmi. Terlalu banyak pos,” katanya.

Ia menjelaskan retribusi ini ada yang beberapa wilayah masuk dalam kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang dinilai memberatkan pelaku usaha perikanan.

“Retribusi ini yang akan kami usulkan diubah karena itu memberatkan pelaku usaha di dalam negeri. Juga membuat investor tidak mau investasi di dalam negeri,” jelasnya.

Dia membandingkan dengan penarikan pajak antara Indonesia dengan Malaysia.

Menurutnya, investasi di sektor kelautan Malaysia justru sangat memudahkan investor. Hal itu menurut dia bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia.

“Produk nelayan Indonesia baru masuk pasar ikan sudah dikenai biaya hampir 40 persen. Malaysia cuman 3 persen saja, karena di sana hampir semua ‘free’. Kalau kita investasi di Malaysia kita dapat kemudahan dibanding di Indonesia,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka