26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39004

Kabareskrim Datangi Istana Negara

Jakarta, Aktual.co — Kabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Budi Waseso tiba-tiba mendatangi Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/1).
Pukul 19.35 Wib, Budi Waseso tanpa didampingi pengawal tiba di area halaman belakang Istana Negara. 
Ketika para jurnalis bertanya maksud kedatangannya, Budi menuturkan, saat ini Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti tengah memenuhi panggilan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya dipanggil Wakapolri untuk ke sini. Saya dampingi saja,” kata dia.
Budi belum tahu agenda pertemuan antara Presiden dan Badrodin. “Belum tahu. Saya hanya dipanggil Plt Kapolri disini,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Terkait Miras, MUI: Ahok Wajib Turuti Peraturan Menteri Perdagangan!

Jakarta, Aktual.co — Pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang membolehkan penjualan minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (minol) di Minimarket yang beroperasi 24 jam, menuai pro dan kontra.

Padahal, pasal 46 Peraturan Daerah (Perda) No.8/2007 tentang Ketertiban Umum, menyebutkan, ‘Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman beralkohol golongan A (kadar ethanol kurang dari 5%), golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai dengan 20%, dan golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai dengan 55%)’.

Statement dari Ahok mendapat komentar dari Ustad Dr. HM Asrorun Niam Sholeh, sebagai juru bicara Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Soal peraturan yang kita tahu adalah keputusan dari Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengenai penegasan pelarangan penjualan minuman beralkohol di Minimarket dan tempat-tempat lainnya. Bagaiman pun kan bapak Ahok harus menuruti peraturan umum dari Menteri Perdagangan tersebut,” tegas Ustad Dr. HM Asrorun Niam Sholeh kepada Aktual.co, Kamis (29/1), Depok.

Lanjutnya, tak hanya menjadi perhatian bagi para pengatur kebijakan negara, tapi juga bagi seluruh masyarakat Muslim harus paham terkait haramnya miras tersebut.

“Kita kan semua tahu pelarangan minuman keras sudah ada di dalam Al Quran dan Hadist mengenai miras. Jangankan meminumnya, terkena cipratan air miras pun kita harus sucikan baju tersebut sebelum menunaikan shalat. Kita semua tahu dampak dari miras tersebut sangat negatif bagi diri sendiri maupun orang lain. Jadi sebagi Muslim yang pintar dan berakal sehat pastinya tidak akan meminum miras sekalipun dibolehkan dijual,” paparnya memberikan saran.

Namun demikian, Ustad Asrorun kembali mengatakan, bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh Ahok, merupakan keputusan yang sudah dibuat demi kebaikan seluruh rakyat demi mencegah keburukan (mudharat) yang lebih besar ke depannya.
 

Artikel ini ditulis oleh:

Pengacara: Sudah Ada Watimpres, Presiden Tak Usah Dengar Tim Independen

Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo telah menunjuk tim independen untuk meredam kisruh antara Polri dan KPK. Tim tersebut dibentuk bertujuan untuk memberi masukan kepada presiden prihal polemik yang melibatkan dua lembaga penegak hukum beda institusi itu.
Pengacara Komjen Budi Gunawan, Razman arif Nasution mengungkapkan, dalam hal ini istana negara sudah mempunyai lembaga kepresidenan yakni Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) guna memberi masukan kepada presiden.
Menurutnya, seharusnya presiden bisa meminta masukan dari Watimpres untuk mengambil setiap kebijakan tanpa membentuk tim baru dengan tugas dan fungsi yang sama.
“Presiden punya Wantimpres. Itu lembaga resmi negara yang didirikan untuk beri pertimbangan pada mereka. Mintalah pendapat mereka,” ujar Razman di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (29/1).
Dia pun menyesalkan dengan adanya usulan dari tim tersebut secara tersirat meminta Budi Gunawan untuk mengundurkan diri sebagai calon Kapolri. Dia menegaskan, dengan adanya tim itu justru malah merugikan kliennya bukan mencari solusi.
“Yang paling aneh, sebelum keluar putusan dari tim independen kemaren, sudah ada yang menyatakan himbauan untuk undurkan diri. Ini kan organisasi yang dibentuk tidak main-main. Jadi sebelum ada putusan tim, harusnya sudah ada orang yang berbicara dulu,” sesalnya.
Tak hanya itu, bekas pengacara Prabowo Subianto pada saat Pemilu 2014 lalu pun mengkritik soal kinerja tim tersebut.
“Dari sistem kerjanya, tim independen itu bekerja untuk investigasi, dokumen-dokumen terkait adminitrasi tentang yuridis, sosiologis dan lain sebagainya,” kata dia.
Sebelum memberikan usulan atau masukan kepada presiden, Razman menambahkan, alangkah eloknya tim yang diketuai Buya Syafi’i Ma’arif itu lebih dulu bertemu dengan kliennya dan membahas duduk masalah dan memberkan solusi.
“Tim independen ini harusnya melakukan pertemuan dengan (Budi Gunawan_red), tanyakan kenapa ajukan pra peradilan. Katanya anda ada rekening gendut? tanyakan kayak gitu, kita akan fasilitasi pertemuan itu.
“Ini belum kerja mana-mana, belum nanya mana-mana, tau-tau di publish ada keputusan. Ini apa ? Fakta independen yang mendasari putusan itu apa? Ini public opini yang dipublikasi. Saya protes keras,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Digusur Adaro, DPRD Pertanyakan Cara Kerja Pertamina

Jakarta, Aktual.co — Sekretaris komisi III DPRD Kalimantan Selatan Ibnu Sina mempertanyakan cara kerja PT Adaro Indonesia, perusahaan besar pertambangan batu bara, dan PT Pertamina yang beroperasi di Kabupaten Tabalong provinsi tersebut.
Pasalnya, untuk pengembangan penambangan batu bara dari PT Adaro yang merupakan perusahaan swasta bisa menggusur sumur minyak milik PT Pertamina yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Ketika Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup melakukan peninjauan lapangan, melihat sumur minyak milik Pertamina yang tergusur petambangan batu bara,” kata Ibnu, di Banjarmasin, Kamis (29/1).
Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat, Pertamina tak bisa maksimal lagi memompa air untuk meneruskan hasil tambang minyak tersebut ke pengilangan di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), karena kondisi airnya yang teganggu.
“Sementara pihak Pertamina terkesan diam-diam saja atas keadaan tersebut. Masak BUMN dikalahkan perusahaan swasta. Apakah mungkin,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eggi Sudjana: Ada Kelompok Internal Polri Tak Ingin BG jadi Kapolri

Jakarta, Aktual.co — Pengacara Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG), Eggi Sudjana mengatakan, ada kelompok di internal kepolisian yang tidak menginginkan BG dilantik menjadi Kapolri. Kelompok itu, diduga melakukan konspirasi dengan oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar Jokowi tidak segera melantik Budi Gunawan, meskipun DPR sudah bulat menyetujui untuk segera dilantik menggantikan Sutarman. 
“Suka tidak suka kita harus mengakui bahwa ada perpecahan di tubuh Polri. Bahwa ada yang tidak suka dengan BG terpilih menjadi Kapolri itu benar adanya, dugaan adanya konspirasi juga sah saja. Bukan tidak mungkin itu terjadi,” ujar Eggi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/01).
Eggi juga mengakui bahwa, dirinya mendapatkan informasi yang saat  ini sudah ramai di pemberitaan terkait kelompok Mantan Kabareskrim  Suhardi Alius dan anak buahnya di Bareskrim Brigjen KR dan dua anak  buahnya Kombes M serta AKBP T, sebagai kelompok yang menyuplai data  pada KPK. Suhardi juga dianggap sebagai Jenderal bintang tiga yang bersaing ketat dengan Budi Gunawan untuk posisi Kapolri. 
“Nama-nama itu tentunya harus segera di periksa oleh Divpropam, dan secepatnya di klarifikasi agar bisa transparan dan terang benderang. Ini demi solidnya kepolisian. Ya terbukti saat diawal-awal Irjen Budi Waseso sampai mengeluarkan pernyataan tegas bahwa jangan sampai dengan pengkhianat di kepolisian,” ujar Eggi.
Begitu juga, lanjutnya, dengan institusi KPK yang harus berani membuka siapa penyuplai data – data yang dianggap layak untuk menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, satu hari setelah DPR menyetujui Kapolri Baru. 
“Presiden Jokowi sudah menegaskan agar persoalan ini harus transparan. Karena itu KPK juga harus berani buka-bukaan. Jangan asal mengklaim sudah melakukan penyidikan. Disinilah komite etik KPK harus segera dibentuk dan memanggil Abraham Samad. Jangan sampai persepsi adanya konspirasi oknum polri dengan oknum KPK itu benar adanya. Kan kasihan institusinya,” paparnya. 
Eggi juga mendesak agar Divpropam polri memeriksa polisi yang memerintahkan penangkapan komisioner KPK Bambang Widjojanto (BW), yang terkesan tiba-tiba sampai plt Kapolri Badrodin Haiti tidak mengetahuinya. Tentunya, kata Eggi, kasus ini wajib diusut.
“Karena pandangan yang muncul di masyarakat penangkapan BW atas perintah BG. Padahal BG sendiri tidak tahu apa-apa soal penangkapan itu. Polri juga kasihan jadi seakan-akan dendam pada KPK,” terangnya.
Begitupun, dengan pernyataan Plt Sekjend PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto yang menyebut Abraham Samad memiliki syahwat politik menjadi cawapres Jokowi, sampai melakukan penyadapan pada orang-orang di lingkungan partainya.
“Itu penting untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Komite etik nantinya harus panggil Hasto. Jangan malah persoalan ini di limpahkan pada Tim Sembilan, yang belum apa-apa sudah memberikan rekomendasi,” ujar Eggi.
Lebih lanjut, Eggy berharap, Jokowi memahami, bahwa BG tetap mempunyai hak untuk dilantik menjadi kepala Polri karena tidak ada satu pun undang-undang yang mengharuskan dia mundur.
“Masyarakat ini banyak yang tidak mengerti. Kalau BG sudah ditetapkan sebagai tersangka, dia tetap punya hak hukum dari presiden dan DPR untuk dilantik menjadi kepala Polri. Hak hukum dia tidak hilang,” kata Eggi.
Begitupun, sebaliknya, kata Eggi, berlaku terhadap Bambang. Bambang  yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, harus mundur dari jabatannya sebagai komisioner KPK. “Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK menjelaskan, komisioner yang menjadi tersangka memang harus diberhentikan sementara,” ucap Eggi.
Terkait masalah etika jika Budi dilantik sebagai tersangka, menurut Eggi, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Pasalnya, kata dia, etika dan hukum sudah menjadi satu kesatuan. “Hukum terjadi karena ada lima elemen: filosofis, historis, sosiologis, psikologis, dan yuridis. Etika adalah akumulasi dari lima hal ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tim Independen Memiliki Kepentingan Kelompok Tertentu

Jakarta, Aktual.co — Tim independen yang dibentuk untuk menyelesaikan konflik KPK-Polri, memiliki kepentingan kelompok tertentu terkait rekomendasi yang diberikan kepada presiden.
Rekomendasi yang diberikan tim independen hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.
“Ada kepentingan kelompok tertentu di tim independen. Kalau rekomendasi dilakukan jokowi, ada pihak yang terzolimi,” kata pengamat politik Teguh Yuwono, kepada Aktual.co, Kamis (29/1).
Dia menambahkan, rekomendasi yang menguntungkan sebagian pihak ini merupakan pilihan sulit dan ada resiko yang harus diambil.
“Saya melihat ini pilihan yang sulit dan ada resiko yang harus diambil,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain